SETOPLES RINDU UNTUK LYRA | CERPEN
SETOPLES RINDU UNTUK LYRA
Malam ini secangkir kopi dan
puntung-puntung inspirasi menemaniku merayakan sepi. Setidaknya aku tidak
benar-benar sendiri. Dalam setiap kepulan asap dan aroma kopi yang kuhirup
mengingatkanku pada semua hal tentangmu dan asaku yang tak pernah menemui
takdirnya. Bercerita tentangmu adalah obat bagi ketidakwarasanku. Tiang listrik
pukul 1 pagi adalah kawan terbaik yang selalu setia mendengarkan semua
cerita-ceritaku. Ia akan tetap mendengarkan meski angin malam serta merta
membuatnya mendingin dan menjelang pagi embun-embun akan menempel disetiap
bidangnya. Ia akan tetap mendengarkan sampai ceritaku usai. Tak pernah
sekalipun menyanggah apalagi megeluh bosan dengan ceritaku yang itu-itu saja. Ia
kontras dalam bisu.
Terdengar gila memang. Tapi siapa
peduli. Ah, bukankah cinta itu gila. Ia berada tepat ditengah-tengah antara
logika dan perasaan. Keadaan yang menggantung itu yang membuat cinta
menjadikanku seorang yang gila. Sekali lagi kutegaskan aku tak peduli, nyatanya
memang tak akan ada seorangpun yang peduli. Orang-orang terlalu sibuk mengejar
mimpi disiang hari. Saat malam tiba merekapun akan tetap sibuk mengemas mimpi
dan menitipkannya pada lelapnya tidur. Mana ada waktu bagi mereka untuk
mendengarkan semua celotehanku tentangmu. Seperti tak adanya waktu untukku
mengejar mimpi seperti mereka. Aku terus sibuk mengejarmu. Kau dekat dengan
ragaku, tapi sangat jauh dengan hatiku. Kau semakin jauh dan semakin sulit
kukejar.
Seandainya saja kau tahu bahwa
aku mencintaimu dengan gila. Ah, bahkan terlalu gila. Tapi anehnya sedikit saja
tak ada keberanian dalam diri ini untuk mengatakannya dengan lantang. Selantang
pidato Bung Tomo yang begitu menggelegar menggetarkan seluruh rakyat Surabaya
pada masa itu atau selihai pidato Soekarno yang membuat seluruh peserta
konferensi meja bundar tertegun. Ah, entah apa yang membuatku selemah ini jika
berhadapan denganmu. Padahal hanya dua kata saja yang seharusnya kukatakan “Aku
Mencintaimu” dan dengan itu aku mungkin akan terbebas dari pertempuran logika
dan perasaan yang terus-terusan membuatku semakin tidak waras.
4 tahun terakhir setiap akhir
pekan kau selalu memintaku untuk bertemu. Dan seperti tiang listrik di depan rumahku
itu aku selalu setia mendengarkan semua ceritamu tentang si A, si B, si C dan
banyak lagi yang tak satupun kuingat nama-nama mereka. Aku mendegarmu tapi aku
enggan mendengar semua nama yang kau sebut. Ada perasaan aneh setiap kudengar
nama-nama dari setiap ceritamu yang tak dapat kupetakan bahkan dengan rumus
E=MC2 sekalipun. Meski begitu aku amat menyayangimu aku tetap
mendengarkan dengan seksama dan khidmat seperti upacara bendera setiap hari
senin semasa sekolah dulu. Aku tetap mendengarkanmu sampai kau menguap dan
mengakhiri kisah cintamu yang begitu panjang itu. Dan sesaat setelah pulang aku
akan kembali pada peratapanku dan Tiang listrik kembali menjadi pendengar
setiaku.
Aku tak mengerti, mengapa Tuhan
menganugerahkan perasaan yang begitu hebat ini tapi Tuhan tak menyertakan keberanian
sebiji zarah pun untukku agar aku bisa mengatakannya padamu. Aku menyimpan
erat-erat semuanya dalam secarik kertas berbentuk bintang bertuliskan namamu
dan kumasukan kedalam sebuah toples tabung yang kutempeli stiker dengan tulisan
“Cinta”. Dalam diam aku mencintamu. Dalam sepi aku merindukanmu. Dalam gelap
aku menceritakan semua tentangmu.
Pernah satu malam kau
menghubungiku via telpon tetanggaku. Dalam telpon kau terisak menangis dan memintaku
untuk segera menemuimu. Aku pun tergopoh-gopoh segera beranjak. Kupacu sepeda
motor tua yang penuh dengan karat dan suara berisik baut-baut yang longgar jika
kulibas jalanan yang penuh lubang. Yang kutahu, aku harus segera menemuimu. Tak
kuperhatikan traffic light merah atau hijau. Bahkan derasnya hujan tak
menghalangiku menebas aspal jalanan. Aku menantang maut dijalanan hanya untuk
memastikan tidak terjadi apa-apa padamu. Ah, begitu gilanya aku mecintaimu
sampai seperti itu. Terkadang logika tak bisa menjelaskan apa maksud dari
perasaan. Hal bodoh sekalipun akan dilakukan.
Kutemui kau dalam keadaan terisak
dan meledak tak tertahan saat kau merangkulku meminta perlindungan. Oh
seandainya kau tahu jangankan pundak. Nyawapun akan kugadaikan untukmu.
Lagi-lagi kau bercerita tentang lelaki yang tidak lain adalah kekasihmu yang
kau bangga-banggakan dan kau selalu puji didepanku. Kali ini tidak. Kau tidak
membanggakannya lagi. Kau menangis sedu sedan sejadi-jadinya melafalkan sumpah
serapah memaki lelaki itu. Kau bilang sakit hati. Kau bilang kecewa. Kau bilang
lelaki itu menduakanmu. Mencampakkanmu demi perempuan lain. Selalu seperti itu
cerita cintamu. Dan kau akan berakhir dalam tangis sedang aku selalu ada
disampingmu berusaha menenangkanmu, menghiburmu dan berkata semuanya akan
baik-baik saja.
Ingin sekali kukatakan bahwa
disampingmu ada lelaki yang begitu tergila-gila denganmu. Ya, itu aku. Aku yang
tak akan membuatmu menangis, tak akan mencampakkanmu, tak akan menduakanmu. Tak
ada perempuan lain yang kuinginkan. Hanya kau seorang. Dan hanya aku yang
mencintaimu dengan segilanya cinta. Kau tak perlu mencari lagi dan lalu
tersakiti lagi. Ada aku disampingmu yang rela menghabiskan setiap malam untuk
mendengar ceritamu. Untuk menghiburmu dan membuatmu tertawa sampai kau lupa
bagaimana caranya bersedih. Tapi waktu masih enggan bersekutu. Malam tak sudi
berbagi tenangnya denganku. Tuhan tak jua berikan kuasanya agar aku kuat
mengatakannya.
Meski aku tak pernah
mengatakannya padamu tak sedikitpun rasa sesal hinggap di dadaku. Karna semua
hal yang datang dari hati akan sampai pada hati. Begitupun dengan semua
perasaanku yang hebat ini. Hati yang benar-benar mencintaimu. Hatimu akan tahu.
Aku yakin itu.
Malam hampir berakhir, bulan
menghilang dalam peraduannya. Tersisa beberapa bintang yang berkelap-kelip
perlahan memudar. Aku menatapnya satu persatu dan mulai menghitungnya. Mencari
carimu dikedalaman malam. Aku tak mengerti tentang bintang. Yang kutahu namamu
tersemat pada satu rasi bintang “Lyra” yang akan tetap ada meski ragamu kini
tiada. Jiwamu terbang menemui pemilik sejatinya. Begitu pula dengan cintaku.
Akan tetap ada untukmu. Tetap tersimpan rapi dalam toples cintaku.
Keren 👍😁
ReplyDelete