Header Ads

Proses Pembentukan Kesan

 Proses Pembentukan Kesan

     Fakta dalam kehidupan sosial menunjukan bahwa manusia mempunyai naluri untuk hidup bergaul dengan sesamanya. Naluri ini merupakan salah satu yang paling mendasar dalam kebutuhan hidup manusia. Kebutuhan hidup manusia itulah yang mendorong manusia untuk melakukan interaksi dengan sesamanya. Oleh karena itu komunikasi interpersonal sangat dibutuhkan dalam upaya penyampaian pesan karena feedbacknya langsung diketahui dan efeknyapun cepat dapat diketahui.[1]

     Dalam proses komunikasi tentu akan menimbulkan pengaruh atau dampak setelah pesan itu disampaikan. baik tidaknya pesan itu disampaikan tergantung bagaimana komunikator berupaya dalam menyampaikan pesan tersebut, biasanya pesan yang akan bertahan lama dalam memori seseorang adalah pesan yang berkesan.

    A.    Pembentukan Kesan

Pembentukan hubungan interpersonal sering dianggap hubungan perkenalan. Fokus pada tahap ini adalah proses penyampaian dan penerimaan informasi dalam pembentukan hubungan. Pada tahap ini informasi yang dicari dan disampaikan umumnya berkisar mengenai demografis, seperti usia, pekerjaan tempat tinggal, pendidikan, dan lain-lain. Informasi yang kita proleh tidak selalu melalui komunikasi verbal. Kita juga membentuk kesan dari komunikasi non verbal. Kesan pertama ini sangat menntukan apakah hubungan Interpersonal akan di perteguh atau diakhiri[2]

Teori Proses Pembentukan Kesan oleh Jalaludin Rakhmat dalam buku Psikologi Komunikasi ada 3 bentuk:

1.      Stereotyping

Ketika seseorang menghadapi sosok-sosok dengan beraneka ragam perilaku, maka seseorang tersebut akan mengkategorikan mereka pada konsep-konsep tertentu; cerdas, tampan, bodoh, cantik, berwibawa, dll. Dengan begitu seseorang ini lebih mudah menyederhanakan begitu banyak stimulus yang diterimanya, persepsi yang lahir dari perilaku Orang lain yang menjadi objek penilaiannya.

Menurut Jalaludin Rahmat, dalam psikologi kognitif pengalaman-pengalaman baru akan dimasukkan kedalam “laci” kategori yang ada dalam memorinya, berdasarkan kesamaan dengan pengalaman indra masa lalu. Sehingga dengan cepat seseorang tersebut dapat meramalkan dan menyimpulkan stimulus yang baru baginya. Contoh anda berjumpa dengan orang asing bernama Manfred. Segera anda mengkatagorikan dia sebagai orang barat. Anda segera membentuk kesan bahwa Ia orang yang tepat waktu, berbicara terus terang, memiliki keterampilan teknologis dan menganut free sex. Kesan kesan ini muncul, karna  begitulah penjelasan tentang sifat orang barat dalam gudang memori anda.

Stereotyping ini mungkin yang menjelaskan terjadinya primacy effect dan halo effect. Primacy effect secara sederhana menunjukan bahwa kesan pertama amat menentukan, karna kesan itulah yang menentukan kategori. Begitu pula halo effect persona stimuli yang sudah kita senangi telah  mempunyai kategori tertentu yang positif, dan pada kategori itu telah di simpan semua yang baik.[3]

2.      Implisit Personality Theory

Setiap manusia mempunyai konsep sendiri tentang sifat-sifat apa berkaitan dengan sifat-sifat apa. Pacaran, meliputi konsep-konsep perhatian, mesra, toleransi, memiliki dll. Begitu pula terhadap kisah Adi dan Hani.

Suatu hari Adi membawakan sebuah materi kepada Anggota baru Partainya tentang pandangan dunia. Ada pula Hani ikut serta. Dengan nada rendah tapi terarah Adi terus melangit dengan kata-kata yang belum akrab ditelinga Anggota baru, sehingga beberapa terpesona, Hani pula didalamnya. Setelah itu, ditengah-tengah materinya Adi pamit sebentar untuk Shalat, maka bertambahlah poin Adi dimata Hani. Sifat Shalat lazimnya diikuti oleh sifat-sifat jujur, saleh, bermoral tinggi, dll. Padahal kesimpulan tersebut belum tentu benar.

Implisit Personality theory adalah sebuah konsepsi yang tak butuh diungkapkan. Karena dalam prosesnya ia berlangsung secara alamiah, berdasarkan pengalamannya selama ada dalam kehidupan.

 

3.      Atribusi

Atribusi adalah proses penyimpulan motif, maksud, dan karakteristik orang lain dengan melihat pada prilakunya yang tampak. Setiap kali melihat perilaku orang lain, kita berusaha memahami mengapa ia berperilaku demikian. Pemahaman tentang maksud orang lain ini mempengaruhi persepsi kita tentang orang tersebut.[4]

Secara garis besar ada dua macam atribusi: atribusi kausalitas dan atribusi kejujuran. Bila kita melihat prilaku orang lain kita berusaha memahami apa yang menyebabkan Ia berprilaku seperti itu, menurut Haider bila kita mengamati prilaku sosial, pertama tama kita menentukan dahulu apa yang menyebabkanya : faktor situasional ataukan faktor personal.

Atribusi kausalitas ada dua yaitu eksternal dan kausalitas Internal contohnya apakah orang itu miskin karna malas, miskin dan kurang inisiatif atau struktur ekonomi yang menindas? Pada pertanyaan ini kita pempersoalkan kausalitas internal dan kausalitas eksternal.

Atribusi kejujuran, bagaimana kita bisa menentukan stimuli yang kita terima jujur atau munafik? Makin besar jarak pendapat persona stimuli dengan pendapat umum, makin percaya kita bahwa iya jujur.

Kita kurang mempercayai kejujuran seseorang yang mengeluarkan pernyataan yang menguntungkan dirinya. Contohnya kita tidak yakin pada omongan salesmen tentang dagangannya, sebab iya memang mencari keuntungan. Dan sebaliknya kita percaya pada kawan kita yang menyatakan pendapan yang sebetulnya akan merugikan dia[5].




[1] Suranto Aw, Komunikasi Interpersonal (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 53.

[2] Siti mutmainah dan Ahmad Fauzi, Psikologi Komunikasi (Jakarta: Universitas Terbuka, 2005), h.  6.19.

[3] Jalaluddin Rakhmat, Psikologi komunikasi (Bandung :  Remaja Rosdakarya, 2012), h. 90.

[4] Siti mutmainah dan Ahmad Fauzi, Psikologi Komunikasi, h. 5.7.

[5] Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, h. 93.

proses pembentukan kesan

No comments