EFEK KEHADIRAN MEDIA MASSA
EFEK KEHADIRAN MEDIA MASSA
Umumnya kita
lebih tertarik bukan kepada apa yang kita lakukan pada media, tetapi kepada apa
yang dilakukan media kepada kita. Misalnya, kita ingin tahu buka untuk apa kita
membaca surat kabar atau menonton televisi, tetapi bagaimana surat kabar dan
televisi menambah pengetahuan, merubah sikap atau menggerakan perilaku kita.
Inilah yang disebut dengan efek komunikasi massa. semuanya didasarkan
pada asumsi bahwa komunikasi massa menimbulkan efek pada diri khalayak. Efek
komunikasi massa ini telah memperlihatkan pasang surut efek media massa. ada
satu saat ketika media massa dipandang sangat berpengaruh, tetapi saat
lain ketika media massa dianggap sedikit, bahkan hampir tidak ada pengaruhnya
sama sekali.[1]
Seperti dinyatakan
Donald K. Robert, bahwa efek hanyalah perubahan perilaku manusia setelah
diterpa pesan media massa. karena fokusnya pesan, maka efek haruslah berkaitan
dengan pesan yang disampaikan media massa. Sedangkan menurut Steven M.
Chaffee, ada dua pendekatan dalam melihat efek media massa. Yang pertama
membatasi efek hanya selama berkaitan dengan pesan media, akan mengesampingkan
banyak sekali pengaruh media massa. kita cenderung melihat efek media massa,
baik yang berkaitan dengan pesan maupun dengan media itu sendiri. Dan
pendekatan yang kedua ialah melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri
khalayak komunikasi massa, yakni penerimaan informasi, perubahan perasaan atau
sikap dan perubahan perilaku.
Teori
McLuhan, yang disebut dengan teori perpanjangan alat indra (sense extension theory), menyatakan
bahwa media adalah perluasan dari alat indra manusia. Telepon adalah
perpanjangan telinga dan televisi adalah perpanjangan mata. Seperti Gatotkaca,
yang mampu melihat dan mendengar dari jarak jauh, begitu pula manusia yang
menggunakan media massa.
McLuhan
menulis “Secara operasional dan praktis, medium adalah pesan karena media
membentuk dan mengendalikan skala serta bentuk hubungan dan tindakan manusia
(McLuhan, 1964: 23-24).[2]
Steven H.
Chaffee menyebutkan ada lima efek media massa dari kehadirannya secara fisik,
yaitu:
1. Efek ekonomis, Disini
kehadiran media massa menggerakkan berbagai usaha, meliputi produksi,
distribusi, dan konsumsi jasa media massa. Kehadiran surat kabar membuat pabrik
kertas Koran menjadi hidup, memberi pekerjaan bagi para jurnalis, berpengaruh
terhadap bisnis periklanan, dan sebagainya. Kehadiran televisi menyuburkan
tumbuhnya rumah produksi, memberi lapangan kerja bagi para juru kamera,
sutradara, penulis naskah, artis, dan sebagainya. Begitu juga dengan radio
membuka peluang bisnis yang baik bagi para pengiklan, dubber, penyiar dan lain-lain.[3]
2. Efek sosial, berkenaan
dengan perubahan struktur atau interaksi sosial akibat kehadiran media massa.
Sudah diketahui bahwa kehadiran televisi meningkatkan status sosial pemiliknya.
Di pedesaan, televisi telah membentuk jaringan-jaringan interaksi sosial yang
baru. Pemilik televisi menjadi pusat jaringan sosial, yang menghimpun tetangga
disekitarnya.
3. Efek penjadwalan kembali
kegiatan sehari-hari, dalam penelitian tentang efek televisi pada masyarakat
desa di Sulawesi Utara, Rusdi Muchtar (1979) melaporkan, sebelum ada televisi
orang biasanya tidur malam sekitar jam 8 dan bagun pagi sekali karena harus
berangkat kerja di tempat yang jauh. Sesudah ada televisi, banyak diantara
mereka, terutama muda-mudi yang sering menonton televisi sampai larut malam,
telah mengubah kebiasaan rutin mereka. Para orang tua mengeluh karena mereka
merasa anak-anak mereka menjadi lebih malas dan lebih sukar bekerja atau berangkat
ke sekolah pada waktu dini. Demikianlah pula, kebanyakan mereka tidak dapat
bekerja seperti dulu ketika televisi belum masuk. Mereka cenderung berangkat ke
ladang mereka lebih siang dan pulang lebih cepat. Televisi telah mengubah
kegiatan penduduk desa.[4]
4. Efek pada penyaluran atau
pengalihan perasaan tertentu seperti marah, kecewa, kesepian, dan sebagainya.
Media dipergunakan tanpa mempersoalkan isi pesannya. Jika sedih, seorang gadis
memutar radio tanpa memperhatikan siaran yang diudarakan, seseorang yang sendirian
di rumah menyalakan televisi sekedar untuk mengusir rasa sepi dan supaya terasa
ada teman tanpa peduli acara apa yang disiarkan dan sebagainya.[5]
5. Efek pada perasaan orang
terhadap media, kehadiran media massa bukan saja menghilangkan perasaan ia juga
menumbuhkan perasaan tertentu. Kita memiliki perasaan positif atau negatif pada
media tertentu. Di Amerika orang melihat
kecintaan anak-anak pada televisi , yang ternyata lebih sering menyertai mereka
dari oada orang tua mereka, televisi juga terbukti lebih dipercaya. Di
Indonesia, penelitian yang dilakukan pada tokoh-tokoh politik membuktikan buku
sebagai media terpercaya, disusul radio,
dan surat kabar, dan yang paling tidak dapat dipercaya adalah televisi
(Rakhmat: 1982). Tumbuhnya perasaan senang atau percaya pada media massa
tersebut boleh jadi faktor isi pesan mula-mula sangat berpengaruh, tetapi
kemudian jenis media itu yang diperhatikan, apapun yang disiarkannya.[6]
Selain
adanya hal hal yang terdapat dalam efek kehadiran media massa, Efek pesan media
massa juga meliputi aspek kognitif, afektif dan behavioral. Efek kognitif
terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami atau dipersepsi
khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan,
kepercayaan atau informasi. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa
yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak. Efek ini ada hubungannya
dengan emosi, sikap atau nilai. Sedangkan efek behavioral merujuk pada perilaku
nyata yang dapat diamati, yang meliputi pola pola tindakan, kegiatan atau
kebiasaan berperilaku.
[1] Firman Ismail, “Efek Kehadiran Media Massa,” artikel diakses pada
25 November 2013 dari http://materikomunikasifirman.blogspot.com/2013/05/efek-kehadiran-media-massa.html
[2] Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), h. 217
[3] Siti Mutmainah dan Ahmad Fauzi, Psikologi
Komunikasi (Jakarta: Universitas Terbuka, 2005), h.9.20
[4] Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi,
h. 218-219
[5] Siti Mutmainah dan Ahmad Fauzi, Psikologi
Komunikasi, h.9.20
[6] Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi,
h. 220
Post a Comment