Header Ads

Jurnalistik Kontemporer | Materi Kuliah

 Jurnalistik Kontemporer | Materi Kuliah

Jurnalis


Media Cetak

Siapa yang tak mengenal surat kabar ? Ya, surat kabar adalah hasil dari media cetak, yang dimana merupakan tempat pula bagi hasil kerja jurnalis yang kemudian dituangkan dalam bentuk cetakan. Surat kabar sudah ada sejak lama, bahkan di masa-masa perjuangan pun surat kabar sedikit banyaknya membantu para revolusioner untuk. Kemerdekaan Indonesia. "Empat puluh tahun untuk  usia surat  kabar tidaklah panjang," tulis Jakob Oetama, Pemimpin Redaksi (Kompas, Berita Utama, Selasa, 28 Juni 2005). Ia menulis itu dalam "40 Tahun Kompas, Perjalanan Panjang Menuju Pengabdian Kedua". Dan menilai bahwa umur koran seperti itu cukup panjang bagi Indonesia. Biasanya, koran di Indonesia suka terputus-putus hidupnya. lni dikarenakan faktor interen atau sistem politik.[1] Padahal jika kita ketahui dalam kondisi yang sebenarnya koran di Indonesia bisa saja bertahan demi eksistensinya di dunia media cetak. Kebebasan pers, otoritas pemerintah, dan faktor manajerial koran itu sendirilah yang menyebabkan koran itu tidak bisa mempertahankan keberlangsungannya di industri koran Indonesia. 

Jika kita lihat dari sisi internal sebuah media cetak sama halnya seperti suatu perusahaan sudah selayaknya memiliki manajemen guna mengatur dan membagi ranah kerja, serta mengatur hubungan antar pelbagai pihak seperti p endiri, karyawan, wartawan, khalayak pelanggan dan pembaca, mitra kerja, agen, Ioper, pemasang iklan, dan biro iklan. Selain daripada itu perlunya birokrasi dengan pihak eksternal.[2]

Dalam keberadaannya  ada yang bersifat independen yang terus melakukan investigasi terhadap kejadian yang terjadi terutama tentang polemik pemerintahan. Media tersebut adalah sebuah media yang mandiri, dan mengambil sikap tegas, tetapi selalu mendapatkan berbagai tekanan dari berbagai pihak pula dalam kiprahnya. Oleh karena itu surat kabar kompas di Indonesia menerapkan sistem jurnalisme kepiting agar selalu aman dan tetap mempunyai idealisme yang kuat. Di samping itu jaringan internal sebuah media cetak harus diperkuat dengan memiliki manajemen yang mampu mengatur hubungan antara berbagai pihak seperti para pendiri, karyawan, wartawan, khalayak pelanggan dan pembaca, mitra kerja, agen, loper, pemasang iklan, dan biro iklan. Selain itu, interaksi internalnya melalui surat pembaca, para kontributor, pemerhati, dan pemberi masukan serta kritik.[3]

'

 
Kehidupan media cetak  juga ditentukan oleh "kondisi di mana ia hidup", yakni: "sistem politik, sistem kekuasaan, serta kultur kekuasaan." Dan Indonesia amatlah dekat dengan hal itu. Tiap presiden punya aroma kekuasaan tertentu. Di fase Soekarno, Orde Lama, dan fase Soeharto, Orde Baru, misalnya: hubungan kekuasaan dengan media punya represi yang  berbeda-beda. Pers menghirup udara Kebebasan (dengan "K") dengan kepengapan dan keleluasaan silih berganti. lntinya, setiap  perubahan sistem politik akan merubah sistem pers, sekaligus dan serentak, sesuai yang dikehendaki kekuasaan.[4] Seperti layaknya sebuah kapal yang dapat kita bayangkan betapa rumitnya kapal tersebut apabila setiap berganti nahkoda berganti pula sistem kerja kapal tersebut, yang otomatis akan merubah pula beberapa sistem mekanik yang telah ada. Ketidakpastian seperti inilah yang menghambat perkembangan beberapa media cetak di Indonesia.

 

Surat Kabar

Semua orang membutuhkan berita, keingin tahuan masyarakat akan berita peristiwa atau kejadian yang terjadi diluar sana menjadi dorongan bagi media untuk mempublikasikan hasil kerja seorang jurnalis sehingga sampai kepada masyarakat. Seiring berkembangnya zaman dan kehadiran, radio, televisi bahkan sekarang lebih canggih lagi internet, mendorong perkembangan media cetak, terutama surat kabar atau biasa dikenal dengan nama Koran, karena perkembangan ini lah banyak surat kabar yang dibagikan secara gratis, biayanya tertutup dari iklan. Bahkan karenanya surat kabar menjadi bervariasi dalam penerbitannya ada yang surat kabar, harian, pagi, sore, ada mingguan, dwi mingguan bahkan bulanan. Ada yang memasok untuk kota saja, ada yang seprovinsi bahkan ada yang untuk nasional dan luar dunia. Begitulah perkembangan surat kabar seiring berkembangnya zaman.

Sebuah surat kabar berbeda dari tipe publikasi lain karena kesegeraannya, karakteristik headline-nya, dan  keanekaragaman liputan yang menyangkut berbagai topik isu dan peristiwa. lni terkait  dengan kebutuhan pembaca, akan sisi  menarik informasi yang ingin dibacanya, dari  surat kabar yang ingin dilangganinya. Walau demikian, fungsi surat kabar bukan sekadar pelapor kisah­ kisah human interestdari berbagai peristiwa atau kejadian orang seorang.[5]

Seperti halnya media teknologi lain, surat kabar juga terus berkembang dari masa ke masa demi menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Perkembangan surat kabar, menurut ENCYCLOPEDIABRITANNICA sendiri bisa dilihat dari tiga fase.

Fase pertama: fase para pelopor yang mengawali penerbitan surat  kabar yang muncul secara sporadis, dan secara gradual kemudian menjadi penerbitan yang  regular yang  teratur waktu terbit  dan materi pemberitaan serta khalayak pembacanya. Berbagai surat kabar awal terbit di masyarakat yang belum paham betul  akan  fungsi media; ditambah, cara  membaca huruf-huruf berita cetak karena keterbiasaan retorika oral jadi penghubung antar individu sosial. Namun, perkembangan masyarakat akhirnya membuat pertumbuhan surat kabar menjadi institusi penerbitan mapan yang diakui masyarakat.

Fase kedua: pertumbuhan kemapanan jurnal-jurnal reguler yang  masih rentan terhadap berbagai tekanan masyarakat. Sistem otokrasi yang  masih menguasai masyarakat membuat surat kabar kerap ditekan kebebasan menyampaikan laporan pemberitaanya. Penyensoran terhadap berbagai subyek materi informasinya kerap diterima surat kabar. Setiap pendirian surat kabar mesti memiliki izin (lisensi) dariberbagai pihak yang berkuasa.Semua itu akhirnya mengurangi independensinya sebagai instrumen media informasi.

Fase ketiga, ialah masa penyensoran telah tiada namun berganti dengan berbagai bentukan pengendalian. Kebebasan pers memang telah didapat. Berbagai pemberitaan sudah leluasa disampaikan. Akan tetapi, sistem kapitalisasi industri masyarakat kerap jadi pengontrol. lni dilakukan antara lain melalui pengenaan pajak, penyuapan, dan sanksi hukum yang dilakukan kepada berbagai media dan pelaku-pelakunya.[6]

 

Newsletter

Penerbitan informal ini sering muncul dalam  format  yang sederhana dan dalam gaya sajian yang ringkas. Ia merupakan berkala yang menyediakan informasi khusus untuk khalayaknya. Newsletters (laporan berkala) merupakan laporan­ laporan yang bersifat umum tapi tidak selalu tetap isinya. Mereka menawarkan variasi personal journalism dan jarang memuat iklan.[7]

Majalah

Majalah. Suatu kata yang tidak asing bagi ranah kerja jurnalis, majalah merupakan media komunikasi yang tidak diragukan lagi, karena pengaruh dan minat baca yang cukup kuat bagi masyarakat menjadikan majalah merupakan alat komunikasi yang cukup ampuh. Selain dari isi nya majalah juga memiliki keunggulan lain dari surat kabar, yaitu design yang menarik dan bahan cetaknya pula yang bagus sehingga membuat tampilan majalah lebih disenangi.

Perkembangan majalah memiliki beberapa tahapan. Seiring dengan perjalanan waktu, beralih dari satu masa ke masa lain, dari satu era ke era yang lain, dari satu peradaban ke peradaban lain, ikut serta dalam mengembangkan media sebagai sarana penyampai informasi.

Majalah dimulai pada abad ke-17, ditemukan sebuah cetakan yang menyerupai majalah di daratan Cina kuno. Pada abad ke-18 sampai di Negara inggris, di abad ke-19 sudah memulai perencanaan untuk distribusi masal ke berbagai pelosok dunia. Sampai pada akhirnya di abad ke- 20 majalah tidak hanya menjadi media penyampai informasi saja, tapi juga sebagai media iklan dan lain sebagainya.



[1] Septiawan Santana K., Jurnalisme Kontemporer (Jakarta: Obor, 2005), h. 85.

[2] Ibid.

[3] Ibid.

[4] Ibid.

[5] Ibid., h. 87

[6] Ibid., h. 87-88.

[7] Ibid., h. 88.


No comments