Header Ads

Manajemen Pengelolaan Kesan

 Manajemen Pengelolaan Kesan

Erving Goffman menyebut pengelolaan kesan dengan teorinya yang terkenal, yang disebut dengan teori Dramaturgis. yaitu, seolah-olah manusia berada dalam dua panggung yang berbeda, yaitu panggung depan dan panggung belakang.

Dramaturgi merupakan pandangan atas kehidupan sosial sebagai serangkaian pertunjukan di panggung. Inti dari dramaturgis adalah menghubungkan tindakan dengan maknanya, alih-alih perilaku pada determinannya.

Pendekatan ini berintikan pandangan bahwa ketika manusia berinteraksi dengan sesamanya, ia ingin ”mengelola” kesan yang ia harapkan tumbuh pada orang lain terhadap dirinya. Kehidupan diibaratkan teater. Interaksi di atas panggung yang menampilkan peran yang dimainkan oleh para aktor/aktris. Seringkali aktor/aktris tersebut melakukan pengelolaan kesan (Impression Management) itu tanpa sadar, namun ada kalanya juga ada yang sengaja untuk meningkatkan status sosialnya di mata orang lain, atau demi kepentingan finansial atau politik tertentu.[1]

Baca Juga: Proses Pembentukan Kesan 

Manusia atau individu yang berperan layaknya serang pemain drama/teater, memiliki panggung depan sebagai seorang aktor/aktris, dan panggung belakang sebagai individu sosial lainnya yang juga melakukan aktivistas seperti layaknya orang kebanyakan panggung depan ini menjadi tempat pengelolaan kesan bagi sang aktris, sehinga kesan yang penonton terima atau audiencenya, bahwa aktris tersebut sangat glamor, kaya, mewah, dan tidak pernah merasa sedih. Panggung depan yang diperankan sang aktris berhasil menggiring penonton, bahwa kehidupan aktris demikian mengasyikkan. Sedangkan panggung belakang, tidak pernah ditunjukkan aktris di depan audiencenya, karena ini semacam ”rahasia pribadi” yang tidak dikonsumsi oleh penontonnya.

Sehingga, kita dapat mendefiniskan pengelolaan kesan atau Impression Management sebagai proses dimana persona berusaha menampilkan petunjuk-petunjuk untuk menimbulkan kesan pada diri penanggap melalui tiga hal, yakni panggung (setting), penampilan (appearance), dan gaya bertingkah laku (manner).[2]

Konsep diri yang baik sangat berperan dalam pengelolaan kesan panggung depan dengan sempurna. Peran orang lain ketika melihat diri kita, menjadi tolak ukur bagaimana kita mengamati diri kita, dan memberikan penilaian mana yang layak dipertahankan dan mana konsep diri yang tidak. Namun, terkadang, tanpa disadari, konsep diri kita terbentuk oleh lingkungan dan orang lain. Hal ini bisa terlihat dari masa kanak-kanak, ketika orang lain yang paling dekat dengan kita adalah orang tua, maka kita sedikit banyak pasti akan dididik dan dibesarkan dengan cara orang tua kita. Konsep diri yang terbentuk sejak kecil, dapat berubah seiring waktu, tingkat kedewasaam kejiwaan, dan juga faktor lingkungan. Rasa percaya diri sangat diperlukan dalam pembentukan konsep diri yang tangguh. Rasa percaya diri ini dapat menjadi benteng menahan terpaan arus lingkungan yang dapat mengubah konsep diri kita yang telah ada.

Dalam komunikasi interpersonal, pengelolaan kesan dan konsep diri memegang peranan penting. Panggung depan yang kita mainkan dalam komunikasi interpersonal membuat kita berusaha menampilkan konsep diri kita yang baik. Walaupun, sebenarnya, seringkali konsep diri sudah inhern dalam kepribadian manusia, sehingga bilamana konsep dirinya sudah baik, yang tercermin dalam kepribadian dan kondisi kejiwaan yang baik, maka baik panggung depan maupun panggung belakang akan ”berpenampilan baik” dan menciptakan kesan yang baik pula.

Karena itu, untuk memiliki kehandalan dalam pengelolaan kesan, kita harus memiliki konsep diri yang baik, yang dapat dimulai dengan ”membuka diri” terhadap hal-hal yang baik, rasa percaya diri yang tinggi, sopan dan santun terhadap orang lain, seingga orang lain pun tidak segan untuk memberikan penilaian berupa masukan yang dapat membuat kita menjadi lebih baik lagi dalam menilai diri kita sendiri.

Konsep diri merupakan faktor yang sangat penting dalam pengelolaan kesan komunikasi interpersonal, karena setiap orang melakukan tindakan dilandasi oleh konsep diri. Misalnya, seseorag akan marah jika orang lain memanggil dia dengan nama yang tidak dia sukai.[3]

Kita sudah mengetahui orang lain menilai kita berdasarkan petunjuk petunjuk yang kita berikan, dan dari penilaian itu mereka memperlakukan kita.  Bila kita dianggap bodoh, maka mereka akan mengatur kita, nilai kita dianggap rendahan maka kita tidak mendapatkan pelayanan istimewa. Untuk itu kita secara sengaja menampilkan diri kita seperti apa yang kita kehendaki.

Peralatan lengkap yang kita gunakan untuk menampilkan diri kita disebut front. Front terdiri atas panggung, penampilan, dan gaya bertingkah laku.

1.                  Panggung adalah rangkaian peralatan luar dan benda yang kita gunakan. Ruang tamu berikut perabotan dari kristal , hiasan dinding berisi foto dengan pejabat pejabat negara , karpet mewah, kita atur untuk memberikan kesan bourgeouis.

2.                  Penampilan berarti menggunakan petunjuk artifaktual. Kita memasang dasi, memakai kemeja pierre de Cardin, menenteng tas Presiden, dan menyemprotkan minyak wangi Guy de La Roche. Agar kita dinilai sudah mapan.

3.                  Gaya perilaku menunjukan cara kita berjalan, duduk, berbicara, memandang dan sebagainya contohnya seorang pejabat baru yang ingin menumbuhkan kharisma berusaha mengurangi humornya, berbicara teratur dengan tempo agak lambat, berjalan tegap itu ia lakukan untuk memberi kesan tertentu.[4]



[1]Aliyah Nuraini,  “konsep Diri Dalam Komunikasi Antar Pribadi,” artikel diakses pada 3 Juni 2009 dari. http://aliyahnuraini.wordpress.com/2009/06/03/pengelolaan-kesan-dan-konsep-diri-dalam-komunikasi-antarpribadi/

 

[2] Nuraini,  “konsep Diri Dalam Komunikasi Antar Pribadi.”

 

[3] Suranto Aw, Komunikasi Interpersonal, h. 69.

[4] Drs. Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, h. 95

pengelolaan kesan


No comments