Jurnalistik, Sejarah dan Falsafah | Materi Kuliah
Jurnalistik, Sejarah dan Falsafah | Materi Kuliah
Dunia Jurnalistik
Di abad 21 ini yang merupakan era konseptual menjadikan dunia serba
praktis melahirkan perkembangan yang pesat di berbagai bidang dan yang akan
kita bahas disini adalah bidang Jurnalistik. Apa sih jurnalistik itu ?
Mungkin sebagian banyak orang ketika mendengar kata jurnalistik
alam bawah sadarnya akan tertuju pada berita atau pers, tapi apakah benar
jurnalistik dan pers itu sama ? “ selain jurnalistik pers atau jurnalistik
media cetak, kita juga mengenal jurnalsitik radio dan jurnalistik televisi.
Kini bahkan muncul jurnalistik media on line dengan jejaring internet”.[1]
namun disini kita hanya akan mencoba
menggali definisi jurnalistik pers dan sejarah jurnalistik serta falsafah system jurnalistik.
1. Pengertian Jurnalistik
Ditinjau dari segi bahasa
jurnalistik berasal bahasa perancis dari kata journ yang berarti catatan atau
laporan harian. Jurnalistik secara sedrhana dapat diartikan sebagai kegiatan
yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan setiap hari. Jadi dapat kita
ambil kesimpilan bahwasannya jurnalistik dan pers itu berbeda. Jurnalistik
merupakan suatu kegiatan atau proses
dimana pers dan media massa bekerja dan mengolah catatan-catatan itu
sehingga menjadi sebuah berita yang
tervisualisasi dalam suatu media.
Sedangkan menurut Ensiklopedi
Indonesia, jurnalistik adalah bidang profesi yang mengusahakan penyajian
informasi tentang kejadian dan atau kehidupan sehari-hari (pada hakikatnya dalam bentuk penerangan,
penafsiran dan pengkajian) secara berkala, dengan menggunakan sarana sarana
penerbitan yang ada.[2]
dalam leksikon komunikasi dirumuskan, jurnalistik adalah pekerjaan
mengumpulkan, menulis, menyunting, dan menyebarkan berita dan karangan untuk
surat kabar, majalah dan media massa lainnya seperti radio dan televisi.[3]
Beberapa ahli memberikan definisi yang beragam mengenai jurnalistik
namun dari semua pendapat tentunya pasti ada kekurangan dan kelebihannya tersendiri.
Berikut paparan dari beberapa ahli mengenai jurnalistik.
a.
F. Fraser Bond
“Jurnalistik
adalah segala bentuk yang membuat berita dan ulasan mengenai berita sampai pada
kelompok pemerhati”.[4]
b.
Roland E. Wolseley
“Jurnalistik
adalah pengumpulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan, dan penyebaran informasi
umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematik dapat dipercaya untuk
diterbitkan pada surat kabar, majalah, dan disiarkan di stasiun siaran”.[5]
c.
Erik Hodgins (Redaktur Majalah Time)
“Jurnalistik
adalah pengiriman informasi dari sini kesana dengan benar, seksama, dan cepat,
dalam rangka membela kebenaran dan keadilan berfikir yang selalu dapat
dibuktikan”.[6]
d.
Kustadi Suhandang
“Jurnalistik
adlah seni dan atauketerampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan
menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah,
dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayaknya”.[7]
e.
Haris Sumadiria
“Secar teknis,
jurnalistik adalah kegiatan menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah,
menyajikan dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada khalayak
seluas-luasnya dan secepat-cepatnya”.[8]
Dari semua pendapat para ahli yang dipaparkan diatas dapat kita
simpulkan bahwa jurnalistik itu merupakan suat proses atau kegiatan yang
menunjang adanya suatu berita atau pers untuk di informasikan kepada khalayak
umum. Proses tersebut meliputi, mencari, mengumpulkan, mengolah dan menyebarkan
berita.
2. Sejarah Jurnalistik
Pada zaman pemerintahan Cayus Julius Caesar (100-44 SM) di Romawi,
dipancangkan beebrapa papan tulis putih di lapangan terbuka di tempat rakyat
berkumpul. Papan tulis yang disebut Forum Romanum itu berisi
pengumuman-pengumuman resmi. Menurut isinya papan pengumuman ini dapat
dibedakan menjadi dua macam. Pertama,Acta Senatus yang memuat laporan-laporan
singkat tentang siding-sidang senat dan keputusannya. Kedua, ActaDiurna Populi
Romawi yang memuat keputusan-keputusan dari rapat-rapat rakyat dan
berita-berita lainnya. Acta Diurna ini merupakan alat propaganda pemerintah
Romawi yang memuat berita-berita mengenai peristiwa-peristiwa yang perlu
diketahui oleh rakyat.[9]
Dari sini lah awal mulanya wartawan-wartawan pertama lahir.
Wartawan ini merupakan budak belian yang ditugaskan oleh tuannya untuk mencari
dan mrngumpulkan informasi, berita dan menghadiri siding-sedang, setelah itu
mereka melaporkan hasilnya kepada tuan tuan mereka baik berupa lisan maupun
tulisan.
Semakin berkembangnya zaman, komunikasi, pengetahuan dan
intelektual membuat jurnaistik semakin berkembang. Yang dahulunya hanya berupa
laporan-laporan yang dipajang di papan pengumuman, sekarnag jurnalistik semakin
menjamur dari media cetak, media audio, media audio visual bahkan sampai media
internet menjadi alat jurnlaistik. Dan tidak menutup kemungkinan beberpa tahun
yang akan datang jurnalistik akan semakin berkembang.
3. Falsafah Jurnalistik
Falsafah dalam bahasa inggris philosophy salah satu artinya adalah
tata nilai atau prinsip-prinsip untuk dijadikan pedoman dalam menangani
urusan-urusan prkatis. Falsafah jurnalistik disusun berdasarkan system politik
yang di anut oleh masyarakat dimana jurnalistik yang bersangkutan hidup. Falsafah
jurnalistik yang dianut bangsa Amerika yang liberalistic berlainan dengan
falsafah yang dianut oleh Cina yang bersifat komunitas sebelum Negara tersebut
dilebur menjadi Rusia. Falsafah yang di anut Indonesia yang system politiknya
demokratis berlainan dengan falsafah yang dianut oleh Myanmar yang militeritis.[10]
Tahun 1980 muncul teori tentang tanggung jawab social dalam
komunikasi massa yang dipelopori oleh Rivers, Schram dan Chrisyians yang berprinsipnya
sama mewakili pandangan barat yang pada dasarnya mengembangkan tiga cara dalam
mengaitkan pers dan masyarakat. Cara tersebut masing-masing melibatkan definisi
yang berlaina tentang manusia, tentnag Negara, kebenaran, dan perilakumoral.[11]
Siebert berpendapat tentang bagaimana media massa berfungsi dalam
berbagai tipe masyarakat. Asumsi dasar mereka adala “pers selalu mengambil
bentuk dan warna struktur social dan politik yang berlaku didunia pada waktu
itu, maka dikembangkanlah empat teori tentang pers.
Ketika kebebasan politik, agama dan
ekonomi semakin tumbuh bersamaan dengan tumbuhnya pencerahan, maka tumbuh pula
tutntutan akan perlunya kebebasan pers. Maka lahirlah teori baru, yaitu
Libertarian Theory atau teori pers bebas, yang mencapai puncakya pada abad ke
19. Dalam teori ini, manusia dipandang sebagai makhluk rasional yang
dapatvmembedakan antara yang benar dan yang tidak benar. Pers harus pula
menjadi mitra dalam upaya pencarian kebenaran, dan bukan sebagai alat
pemerintah. Dalam upaya mencari kebenaran, semua gagasan harus memliliki
kesempatan yang sama untuk dikembangkan, sehingga yang benar dan dapat
dipercaya akan bertahan, sedangkan yang sbaliknya akan lenyap.[12]
[1]
Jurnalistik Indonesia karya Drs. AS Haris Sumadiria, MSi. Hal. 1
[2]
Suhandang (2004:22) dalam buku Jurnalistik Indonesia karya Drs. AS Haris
Sumadiria, MSi. Hal. 2
[4] dikutip dari An Introduction to Journalism (1961:1)
[5] dikutip dari Understanding Magazines (1969:3)
[6] Suhendang (2004:23)
[7] dikutip dari Jurnalistik Indonesia (2006:3)
[8] dikutip dari Jurnalistik Indonesia (2006:3)
[9] Hamzah dkk, (1987:29-30) dalam buku Jurnalistik Indonesia (2006:17)
Post a Comment