Header Ads

CERPEN | BUNGA RAMPAI BUMI CIKAHURIPAN

BUNGA RAMPAI BUMI CIKAHURIPAN

Sebuah Diary Mahasiswa KKN

CERPEN | BUNGA RAMPAI BUMI CIKAHURIPAN


“Ja,,, ngopi yeuuh, kadieu!” kalimat itu yang setiap pagi kudengar. Mang ocan namanya, entah itu nama panggilan atau memang nama aslinya itu aku mengenalnya dengan nama itu. Dia adalah tetangga dekat posko KKN Pelita. Rumahnya sederhana tanpa pagar dan pelataran taman seperti rumah-rumah komplek di perkotaan. Mungkin jika dikira-kira luas bangunannya pun hanya 9x12 meter2 dengan cat tembok yang berwarna merah jambu, di terasnya ada satu set kursi dari bambu hitam, disitulah tempat biasa aku dan kawan-kawan KKN menikmati kopi hitam cap oplet yang khas di daerah situ. Setiap pagi sembari mengantri mandi aku biasa nongkrong di teras rumah mang ocan sekedar ngopi, merokok dan mengobrol-ngobrol ringan. Dan tak hanya mang ocan saja biasanya warga lain yang kebetulan lewat pun seringkali ikut nongkrong dan ngopi bareng. Dari sanalah tertanamnya hubungan yang kuat diantara kami seiring berjalan waktu 32 hari di lokasi KKN. Dan hal ini tidak pernah aku dapatkan sebelumnya di kota. Suasana yang akrab dan hangat meski mungkin hanya dengan waktu beberapa ribu detik saja aku mengenal Bumi Cikahuripan dan bunga rampai yang tumbuh didalamnya.

Oh ya ada yang tertinggal, panggilanku disini Jaja, padahal sebelumnya belum pernah dipanggil itu, hanya di KKN dan Cikahuripan semua mengenalku dengan nama Jaja, bahkan mang ocan dan warga lain pun pernah menyatakan ga tau nama asli ku siapa. Ini gara-gara si faiz kawanku yang memanggilku dg nama itu, pernah sebelum KKN rambutku panjang dan ikal dengan kumis tebal, katanya mirip Jajaj Miharja artis senior kawakan itu. Dari situlah semua memanggilku dengan nama itu. Kenangan dari KKN punya nama panggilan baru. “Jaja” ..

Jika teringat awal persiapan sebelum KKN sungguh tak pernah kusangka sebelumnya bahwa KKN akan menumbuhkan bunga-bunga rampai yang indah.

Kamis malam terakhir pendaftaran peserta KKN kelompok Pelita hanya berjumlah 11 orang yang terdiri dari 4 fakultas saja, hal ini terjadi karena ada 4 orang anggota yang tiba-tiba mengundurkan diri entah dengan alasan apa mereka mundur sampai detik inipun aku tak pernah mengetahuinya.

Pondok Aren, waktu menunjukan 19.40 yang kulihat di layar androidku yang sudah agak burem layarnya. Ijun, Bodut dan aku saling bertatap sesekali melihat layar hp masing-masing berharap ada anggota tambahan yang masuk. Si bodut masang iklan di twitter @bursakkn untuk mencari tambahan anggota. Malam itu semua kalang kabut pikirannya, pasalnya jika tidak memenuhi syarat dari PPM dengan minimal fakultas 5 dan 15 anggota maka kemungkinan kelompok akan dipecah. Sebagai ketua tentulah ini adalah masalah yang cukup pelik dan membingungkan bagaimana harus mengambil keputusan. Apakah akan dipecah saja kelompok Pelita yang sudah disepakati?  Banyak anggota lain dari kelompok pelita yang pesimis dan hampir-hampir mengundurkan diri. Tapi entahlah ini sebuah keajaiban atau apa tiba-tiba “ting-tong, ting-tong” hape bodut bunyi, ternyata ada sms dari nomor tidak dikenal, setelah dibuka.. “Selamat malam, apa benar kelompok ini masih butuh anggota, kita dari fakultas Sains dan Teknologi, ada 3 orang apakah masih bisa gabung?” waaah,,,seketika bodut langsung teriaak dan bersorak, wooooy ga jadi kita bubar. Singkat kata daftarlah kita ke PPM untuk mengikuti program KKN ini. Baru kali ini selama kuliah menghadapi situasi menyulitkan macam ini, pasalnya mau pecah pun ga enak, sudah begitu dekat dengan anggota kelompok.

***

...“Yang berbahaya bukan perbedaan, tapi penyamaan”...

15 orang dengan berbagai karakter dan warna menyatu dalam satu wadah dan akan berbaur dengan banyak warna di bumi Cikahuripan yang tak pernah kukenal sebelumnya. Mulanya kupikir semua akan mudah menyatu dengan 15 warna itu, namun warna tetaplah warna memiliki karakter masing-masing, tapi disinilah letak indahnya perbedaan warna bercampur menjadi satu rangkaian. Sebagai seorang kepala aku lebih membiarkan mereka tetap dengan warnanya tanpa harus memaksakan satu warna yang harus diikuti. Karna ku yakin ini akan lebih indah, pelangipun takan indah jika hanya satu warna. Akan kutanam bunga rampai ditanah Cikahuripan ini dengan banyak warna.

Konflik, buah dari perbedaan tak bisa dipungkiri kehadirannya. Pasti ada saja hal yang berbenturan. Saling menebarkan warna sehingga warna lain terkontaminasi dengan yang lebih kuat. Satu pelajaran yang dapat aku ambil, lebih banyak mengalah, diam dan menghindar untuk lebih bisa meredam pergolakan warna. Aku orang yang temperamental dan keras kepala, jika kuladeni aku khawatir akan meledak-ledak dan membuat semua kacau tak terkendali. Aku selalu mencoba ingat suatu hadits “ dawa’ul ghodhobis sumtu.. obatnya marah adalah diam”.

***

...“Jariyah Keneh”....

Minggu, 10 Agustus pukul 09.00 Waktu Indonesia Cikahuripan. Pagi itu kami ada kegiatan perluasan dan renovasi Mushola Nurul khoer yang bertempat di RT 08 dekat lokasi posko KKN. Kulihat wajah cikahuripan dalam potret Pengabdian, walaupun tidak semua warga turun untuk ikut gotong royong tapi kulihat cukup banyak. Kami pun ikut membantu, kulihat ajo, habib dan bodut sudah asik memanggul batu untuk pondasi mushola, aku pun turut mengangkut split untuk bahan cor pondasi. Hari itu lah semua kenangan mulai terangkai rapi, meski tak kusangka akan melebihi dari apa yang kubayangkan, yang selama ini kutakutkan adalah penerimaan warga yang kurang baik atas kehadiran kami. Tapi di hari inilah semua bayangan itu pecah dan menjadi simpul-simpul rangkaian kenangan yang akan menjadi indah.

Setelah kami menyantap makan siang yang disediakan oleh ibu mertua mang ulu, kami diajak oleh warga untuk keliling dan meminta jariyah untuk menambah dana pembangunan. Hari itulah aku mengenal mang ocan, mang hendi, mang ade dan yang lainnya. Tim jariyah dibagi menjadi dua, ke utara dan ke selatan. Aku, alan dan ucok ikut mang ocan dan mang hendi ke arah utara, yaitu pasar (dikenal dengan sebutan pasar dugul) sementara bodut, kribo dan habib ke selatan dengan mang ade dan mang adong. Seumur hidup ini kali pertama aku keliling kampung untuk meminta sumbangan jariyah. Dengan memanggul karung untuk tempat beras kami pun mulai keliling dan mengetuk pintu demi pintu. Ada hal berkesan yang kudapat dari keliling jariyah ini, selain aku melihat banyak potret wajah pribumi cikahuripan akupun lebih banyak mengenal warga. Ketika sampai disebuah pintu, mang hendi berkata “Assalamu’alaikum, Jariyah” seketika empunya rumah keluar dan membawa secangkir beras dari batok kelapa. Sampai di pintu lain, si ucok dengan lantang berkata “Jariyah keneeh” dengan gaya bahasa padangnya terlihat lucu mengucapkan bahasa sunda denganlogat minangnya yang kental, seketika mang hendi dan mang ocan tertawa, kami pun semua ikut tertawa. Dari situlah kami mulai bersenda gurau dan lebih dekat mengenal, padahal sebelumnya kami merasa canggung untuk berkomunikasi, dan kecanggungan itu seketika mencair.

Setiap hari minggu kami pun tetap ikut keliling “Jariyah Keneh....”

***

Posko kami cukup luas, dua tingkat meski tangga terbuat dari papan dan lantai 2 pun alasnya tidak di cor melainkan dengan triplek, tentulah jika berjalan di lantai dua atau di tangga suaranya akan sangat terdengar. Lantai bawah terbagi menjadi 3 lokal, ruang depan, kamar yang dipakai anak-anak cewek dan dapur yang luas sedangkan lantai atas hanya ada dua lokal, kamar tengah dan bagian depan, serta balkon yang ada diluar. Malam itu kami ikut membantu gotong royong mushola, sekitar jam 11 kami pun pulang karena besok harus mengajar. Aku, habib, bodut dan angga. Cowok hanya ada 4 orang karena sisanya mengambil jatah untuk pulang. Kami berempat sedang asik menonton film, layar 12 inchi dari leptop habib. Berdesakanlah kami menonton. Waktu terus berjalan, tengah asiknya kami menonton tepat jam 12 tiba-tiba listrik mati, tiba-tiba kami mendengar suara langkah cepat setengah berlari di tangga, awalnya kami tidak terlalu fokus mendengar tapi sangat jelas suaranya. Selang beberapa detik listrik menyala dan kembali mati, pas banget listrik mati yang kedua kalinya kami dengar suara decitan pintu terbuka dan menutup kencang. Kami berempat terperanjat kaget, aku dan bodut langsung memeriksa. Tapi ternyata tidak ada siapa-siapa. Aku periksa keruang depan, bodut ke dapur. Ternyata tetap tidak ada orang. Mulanya kami berfikir ada maling masuk. Tapi setelah diperiksa tidak ada kami berempat langsung cengo (terbelalak) saling menatap. Eehhmm, ini mah jurig kataku spontan. Kami berempat pun sepakat untuk tidak tidur, kasihan jika diantara kami ada yang tidak bisa tidur terus diganggu jurig itu. Aku langsung sms mang ade “mang, kadieu tulungan” beberapa menit kemudian mang ade datang bawa sebilah golok. “aya naon ja?” dikira mang ade ada maling. Setelah kami ceritakan, mang ade pun tertawa. “hahahaha...sugan teh aya maling”.akhirnya kami pun begadang sampai subuh dan banyak hal kami bincangkan.

***

Seperti biasa selesai shalat maghrib di mushola yang sedang direhab itu aku tak pernah langsung pulang ke posko, tapi biasa nongkrong dulu sambil menikmati kopi hitam cap oplet yang pahit itu dan beberapa linting tembakau kretek. Ada mang ocan, mang hendi, mang ulu, mang aji dan mang ade. Obrolan kami pun berpusat pada pembangunan mushola. Setiap hari, ba’da isya pengerjaan mushola di mulai, pengerjaan ini dilakukan malam karena pak RT Ojos sebagai tukangnya tidak bisa bekerja di siang hari. Menjelang Isya tiba-tiba kudengar mang ulu berbisik, “mang jaja emangna can kawin?” aku pun sontak tertawa kecil “belem laah mang, masih kecil pan masih keneh kuliah” jawabku. “Ieu tah mang ulu boga adi ipar, sugan weh atuh daek” (Ini mang ulu punya adik ipar, siapa tau tertarik) dalam hatiku berkata “waaah,,ini mah penawarawan tea” aku pun tertawa kecil dan menolak dengan bahasa yang sekiranya tidak menyinggung. “heheh punten mang urang mah tos gaduh” sejenak aku teringat obrolan dengan kawan satu kos di jakarta, dia sedang mengambil studi magister, dia menceritakan pengalamannya KKN bahwa akan ada banyak warga yang menawarkan perempuan untuk dinikahi.

Kalau jodoh memang tak akan kemana, Sri namanya, adik ipar mang ulu itu, anaknya cantik, putih dengan postur yang cukup ideal. Ternyata eh ternyata, salah satu kawanku tertarik padanya, perlahan ia dekati kakaknya itu, lama kelamaan ia nyatakan maksudnya dan akhirnya mang ulu pun menyetujuinya, bagusnya lagi banyak warga yang sangat mendukung. Pak RW Muslih bilang “Keun meh teu pegat duduluran, kudu aya nu jadi orang dieu” hahaha,, kalau sudah begini tinggal penetrasi ke anak cewenya. Setelah kkn selesai kawanku itu tetap mendekati sri, dan akhirnya pintu hati sri pun terbuka. Kuharap hubungannya akan berlanjut sampai ke pelaminan dan akan menambah indah Bunga Rampai Bumi Cikahuripan.

***

Detak jam tak pernah berhenti merangkaikan waktu demi waktu yang terus berlalu. Angin berhembus berganti arah. Dedaunan kebun bambu berserak ditanah, menguning dan akhirnya membusuk. Simpul-simpul kenangan semakin menjadi sebuah rangkaian yang jelas. Wajah-wajah polos anak-anak tersirat menceritakan

No comments