Hubungan Segitiga antara Pers, Pemerintah dan Masyarakat
Hubungan Segitiga antara Pers, Pemerintah dan Masyarakat
Di kalangan pers yang menganut system Liberal seperti
yang dianut oleh Indonesia sekarang ini, adanya kecenderungan besar untuk
menyuarakan Budaya Pertentangan dalam artian bahwa akan jauh lebih menarik
mengkritik penguasa daripada memujinya. Hal ini tentu saja berimplikasi pada
makin sulitnya penguasa Negara dalam menjalankan tugasnya karena mersa terus
menerus diawasi mengingat begitu besarnya kekuatan dari sebuah media massa yang
selalu disebut sebut sebagai salah satu kekuatan yang powerfull. Hal ini sering
dialami oleh siapa saja yang sedang memerintah pada era kebebasan Pers. Maka
mau tidak mau para penguasa selalu merangkul para mogul media ataupun para politisi
membangun kerajaan media demi melindungi kepentingannya.
Tentu hal ini merupakan hal yang sangat dilematis di
era keterbukaan seperti sekarang ini, di satu sisi kita menginginkan adanya
kehidupan berdemokrasi namun di sisi lain kita menginginkan adanya stabilitas.
Maka tak heran apabila belakangan ingin wakil presiden Jusuf Kalla selalu
mewacanalan bahwa tujuan dari bernegara adalah mencapai masyarakat adil dan
makmur dan demokrasi bukanlah tujuan dari sebuah Negara namun tidak lebih
daripada alat untuk mencapaui tujuan tersebut.
Bila kita melihat kembali kepada teori pertentangan sebagaimana yang
dikemukakan oleh de sola pool tadi maka teori kebebasan selalu
berpandangan bahwa elemen permusuhan merupakan sesuatu yang sangat penting
karena dengan begitu Pers mampu menjalankan fungsinya sebagai watch Dog.
Mengingat media massa memandang dirinya sebagai pihak yang selalu memandang
dirinya sebagai benteng dari masyarakat dan kepentingan umum dalam melawan
persekongkolan dari penguasa yang dapat merugikan. Teori ini berpijak pada
pandangan bahwa media massa mempunyai fungsi untuk menciptakan suatu consensus
di balik kebijakan nasional. Meski hal tersebut dianggap canggung oleh sebagian
praktisi media yang menganggap bahwa salah satu fungsi media massa adalah
membantu pemerintah dalam melaksanakan kebijakan politik nasionalnya.
Dalam hal ini Pers terkadang dibutuhkan untuk
bertindak sebagai sebagai inspektur Jenderal bagi pemerintah agar pemerintah
lebih terbuka sekaligus sebagai penghubung antara penyusunan kebijakan dengan
public. Dengan kata lain pers bertindak sebagai komunikator bagi pemerintahan.
Dalam fungsinya yang demikian maka pers akan mampu membantu mendekatkan jarak
antara kebutuhan public dengan kebijaksanaan pemerintah. Terutama sekali hal
hal yang bersangkutan dengan kepentingan masyarakat banyak.
Meskipun demikian fungsi Pers sebagaimana yang
digambarkna di atas tadi sebagai jembatan ataupun sebagai sebagai penghubung
antara masyarakat dan Pemerintah jika dihubungkan dengan realitas Pers di Indonesia
maka hubungan segitiga antara Pers, Masyarakat dan Pemerintah belumlah
mencerminkan suatu hubungan yang ideal.
Hal ini disebabkan oleh berbagai hal seperti
Kapitalisme Media, Intervensi parpol terhadap Pers itu sendiri, adanya
kedekatan wartawan dengan pejabat yang terkadang wartawan menjadi subjketif,
namun kita tidak bisa serta merta menumpahkan kesalahan ini kepada Pers semata
karena begitu banyak variabel yang menjadi Kendal bagi keharmonisan hubungan
segitiga ini baik dari Politisi, penguasa dan per situ sendiri. Namun yang
harus diwaspadai bahwa jangan sampai masyarakat menjadi korban dari ketidak
harmonisan ini untuk itu dibutuhkan Tanggung jawab sosial media.
Post a Comment