Header Ads

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikator

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikator

Menurut Herbert C. Kelman pengaruh komunikasi kita pada orang lain berupa tiga hal yaitu : internalisasi, identifikasi dan tundukan.

1.      Internalisasi

Internalisasi terjadi apabila orang menerima pengaruh karena prilaku yang dianjurkan itu sesuai dengan system nilai yang dimilikinya. Internalisasi terjadi ketika menerima anjuran orang lain atas dasar rasional. Dimensi ethos yang  paling relevan disini adalah kredibiliitas (keahlian komunikator atau kepercayaan kita pada komunikator).

2.      Identifikasi

Identifikasi terjadi bila individu mengambil prilaku yang berasal dari orang atau kelompok lain karena prilaku itu berkaitan dengan hubungan yang mendefinisikan diri secara memuaskkan dengan orang atau kelompok itu. Hubungan yang mendefinisi disini artinya memperjelas konsep diri. Dalam identifikasi, individu mendefinisikan perannya sesuai dengan peranan orang lain. Dimensi ethos yang paling relevan adalah atraksi (daya tarik komunikator).

Baca Juga: Konsep Psikologi Komunikator

3.      Ketundukan

Ketundukan terjadi bila individu menerima pengaruh dari orang atau kelompok lain karena ia berharap memperoleh reaksi yang menyenangkan dari orang atau kelompok lain tersebut. Dimensi ethos yang berkaitan dengan ketundukan ialah kekuasaan.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas komunikator adalah:

a.      Kredibilitas         

Kredibilitas adalah kualitas, kapabilitas, atau kekuatan untuk menimbulkan kepercayaan. Dalam hal ini, kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikate tentang sifat-sifat komunikator. Dalam definisi ini terkandung dua hal: (1) Kredibilitas adalah persepsi komunikate, tidak inheren dalam diri komunikator; (2) Kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator.[1]

Hal-hal yang mempengaruhi persepsi komunikate tentang komunikator sebelum ia memberlakukan komunikasinya disebut prior ethos (Andersen, 1972:62). Sumber komunikasi memperoleh prior ethos karena berbagai hal, kita membentuk gambaran tentang diri komunikator dari pengalamn langsung dengan komunikator itu atau dari pengalaman wakilan (vicarious experiences). Misalnya, karena sudah lama bergaul dengan dia dan sudah mengenal integritas kepribadiannya atau karena kita sudah sering melihat atau mendengarnya dalam media massa. Factor yang mempengaruhi kredibilitas adalah interaksi dari berbagai factor. Komunikasi merupakan alat untuk membentuk identitas yang dibentuk ketika kita berinteraksi dengan orang lain.[2]

Ada dua komponen kredibilitas yaitu :

-          Keahlian; yaitu kesan yang dibentuk komunikate tentang kemampuan komunikator dalam hubungannya dengan topic yang dibicarakan.

-          Kepercayaan; kesan komunikate tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya.

Koehler, Annathol dan Applbaum menambahkan empat komponen lagi yakni:

-          Dinamisme; umumnya berkenaan dengan cara berkomunikasi yaitu ketika komunikator dipandang sebagai orang yang bergairah, bersemangat, aktif, tegas dan berani.

-          Sosiabilitas; yaitu kesan komunikate tentang komunikator sebagai orang periang dan senang bergaul.

-          Koorientasi; kesan komunikate tentang komunikator sebagai orang yang mewakili kelompok yang kita senangi, yang mewakili nilai-nilai kita.

-          Kharisma; sifat luar biasa yang dimilikikomunikator yanng menarik dan mengendalikan komunikate, seperti magnet-magnet menarik benda-benda disekitarnya.

b.      Atraksi

Atraksi (attractiveness) adalah daya tarik komunikator yang besumber dari fisik. Kita cenderung menyukai orang yang tampan atau cantik, yang memiliki kesamaan dengan kita dan memiliki kemampuan lebih tinggi dari kita. Komunikator yang menarik secara fisik akan memiliki daya tarik tersendiri yang memungkinkan ia memiliki pesona persuasif.

c.       Kekuasaan

Kekuasaan adalah kemampuan menimbulkan ketundukan. Ketundukan timbul dari interaksi antara komunikator dan komunikate. Kekuasaan menyebabkan seorang komunikator “memaksakan” kehendaknya kepada orang lain, karena ia memiliki sumber daya penting (critical reseorces).

Atas dasar kekuasaan French dan Raven menyebut beberapa jenis kekuasaan, yaitu:[3]

1.      Kekuasaan Koersif (coersive power): menunjukkan kemampuan komunikator untuk mendatangkan ganjaran atau mendatangkan hukuman bagi komunikate. Misalnya hukuman yang bersifat personal: benci atau kasih sayang.

2.      Kekuasaan Keahlian (Expert Power): berasal dari pengetahuan, pengalaman, keterampilan, atau kemampuan yang dimiliki komunikator. Seorang dosen memiliki kekuasaan keahlian, sehingga ia dapat menyuruh mahasiswanya menafsirkan suatu teori sesuai dengan pendapatnya.

3.      Kekuasaan Informasional (Informational Power): berasal dari isi komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang dimiliki oleh komunikator. Seorang ahli mesin dapat menyarankan manajernya untuk membeli mesin jenis/keluaran baru yang lebih baik cara kerjanya.

4.      Kekuasaan rujukan (Referent Power): Komunikate menjadikan komunikator sebagai kerangka rujukan untuk menilai dirinya. Misalnya: menjadikan komunikator sebagai teladan, karena perilakunya yang baik.

5.      Kekuasaan Legal (Legitimate Power): berasal dari seperangkat aturan atau norma yang menyebabkan komunikator berwewenang untuk melakukan suatu tindakan. Misalnya: seorang manajer bisa saja mengeluarkan pegawainya yang melanggar aturan.

Penelitian psikologis tentang penggunaan kekuasaan menunjukkan bahwa orang memilih jenis kekuasaan yang dimilikinya tidak secara rasional.[4] Orang menggunakan kekuasaan koersif sering hanya karena ingin memenuhi kepuasan diri atau menunjang harga diri. Berikut ini disampaikan berbagai hasil penelitian yang berkenan dengan penggunaan kekuasaan dalam mempengaruhi perilaku orang lain :

1.      Komunikate akan lebih baik diyakini untuk melakukan perilaku yang tidak disukai dengan dijanjikan ganjaran daripada diancam dengan hukuman. Ancaman yang kuat bahkan dapat menimbulkan efek boomerang---alih-alih tunduk malah melawan (Heilman dan Garner, 1975).

2.      Efektifitas ancaman dapat ditingkatkan bila komunikator memberikan alternative perilaku ketundukan, sehingga komunikate masih dapat melakukan pilihan walaupun terbatas ( Heilman dan Garner, 1975)

3.      Kekuasaan informasional sering kali digunakan bila komunikator memandang prestasi jelek bawahannya disebabkan oleh kurangnya motivasi. (Kipnis, 1974)

4.      Bila atasan melihat bahwa prestasi jelek bawahannya disebabkan kekurangan dalam kemampuannya, ia akan menggunakan kekuasaan keahlian (kipnis, 1974).

5.      Kekuasaan koersif umumnya digunakan bila pemimpin (komunikator) menganggap komunikate tidak melakukan anjuran dengan baik karena ia bersikap negative atau mempunyai kecenderungan melawan pemimpin (goodstadt dan Hjelle, 1973).

6.      Kekuasaan kooersif juga sering digunakan oleh komunikator yang kurang percaya pada diri sendiri, yang merasa tidak berdaya (Goodstadt dan Hjelle, 1973), atau oleh orang-orang yang merasa tertekan, tertindas, dan teraniaya (Raven, 1974)

Tetapi apapun jenis kekuasaan yang dipergunakan, ketundukan adalah pengaruh yang paling lemah dibandingkan dengan identifikasi dan internalisasi. Dengan begitu, kekuasaan sepatutnya digunakan setelah kredibilitas dan atraksi komunikator.[5]




[1] Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi. h., 254

[2] Stephen Littejohn. Teori Komunikasi. (Jakarta: Salemba Humanika, 2009)., h. 131

[3] Nina W. Syam, Psikologi Sebagai  Akar  Komunikasi. (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011)., h. 125

[4] Nina W. Syam, Psikologi Sebagai  Akar  Komunikasi, hal. 127

 

[5] Dian Tanjung, Psikologi Komunikator dan Psikologi Pesan.Diakses pada tanggal 25 November 2013 melalui situs http://tintawarna99.blogspot.com/2013/02/psikologi-komunikator-dan-psikologi.html

psikologi komunikator


No comments