Jurnalistik Infotainment | Materi Kuliah
Jurnalistik Infotainment | Materi Kuliah
Siapa yang tidak kenal Infotainment? Bila kita cermati dari
bahasanya, ketika kita mendengar kata Infotainment maka alam bawah sadar kita
langsung tertuju pada televis. Pasalnya seringkali dalam beberapa tayangan di
televise banyak yang menggunakan kata Infotainment. Pada bab ini kita akan
mencoba menggali dan mengkaji sebetulnya apa Infotainment itu ? dan seperti apa
konsepnya dalam dunia jurnalistik.
Infotainment, bermula dari kebutuhan masyarakat akan informasi,
namun kita dapat ketahui bahwa tidak mudah menyampaikan informasi kepada
khalayak, harus ada semacam daya tarik kuat untuk manarik minat khalayak dalam
menerima informasi. Maka dari itu disisipkan entertainment (Hiburan) sehingga
informasi dikemas lebih menarik minat
khalayak sehingga penyampaian informasi sebagai pesan utama lebih mudah diterima.
Dari sinilah awal mulanya muncul Infotainment.
Jika melihat dari sedikit penjelasan dia atas maka saya mengambil
kesimpulan bahwa “Infotainment” adalah penyampaian berita (Informasi) kepada
khalayak dengan di sisipi hiburan (entertainment) guna mencapai tujuan
memberikan informasi ke[ada khalayak lebih menarik.
Kalau kita perhatikan beberapa acara infotainment di televisi
Indonesia seringkali yang dibahas adalah mengenai informasi-informasi terhangat
selebriti tanah air. Kita perlu mengkaji apakah memang seperti ini Jurnalistik
Infotainment itu? Sedangkan bila kita merujuk pada pengertian di atas
bahwasannya pesan utamanya adalah informasi, bukan sekedar hiburan. Tapi apakah
informasi tentang selebritis patut dijadikan pesan utama? Fakta yang terjadi di
Negara kita memang begitu adanya bahwa Infotainment lebih mengedepankan sisi
hiburannya dan banyak membas tentang selebriti tanah air yang merupakan pesan utamanya, dan tidak jarang
dari sini terjadi berbagai konflik di antara . Tapi uniknya pemirsa lebih betah
duduk berlama-lamaan di layar kaca untuk menikmati sajian ini dari pada
menonton berita yang menyuguhkan banyak informasi lebih umum.
Jika kita melirik pada tayangan-tayangan infotainment di tanah air
terkadang ada banyak hal yang sebetulnya tidak diketahui oleh khalayak, tapi
menjadi bahan perbincangan. Dan tidak jarang pula yang membuka aib selebriti.
Jika demikian apakah yang seperti ini tidak melanggar kode etik jurnalistik?
Hal ini menjadi polemic bagi diri saya sendiri sebagai pelajar awam yang ingin
mengetahui banyak tentang dunia Jurnalistik.
“Infotainment muncul sebagai reaksi kalangan pelaku industry
media atas perubahan perilaku pembaca
dan pemirsa media yang memasukan selebriti, hiburan, criminal, bahkan
paranormal, dalam standar jurnalistik. Dalam infotainment dikemaslah drama, human
interest,dan sensai tokoh-tokoh dalam satu rangkaian suguhan berita. Yang
kemudian berkembang adalah berita yang cenderung sensasional dan lebih
berorientasi pada pribadi dan selebriti.”[1]
Kembali pada pertanyaan sebelumnya, bila kita melihat fakta yang
terjadi di industry pertelevisian Indonesia “apakah infotainment dapat disebut
jurnalistik?” memang hingga kini istilah jurnalistik infotainment masih
menyisakan berbagai persoalan dilematis. Selain Persatuan Eartawan Indonesia
(PWI), sejumlah organisasi jurnalis menolak memasukan kerja infotainment ke
dalam ranah kerja jurnalistik.[2]
Meskipun hal ini menjadi sebuah perdebatan yang cukup panjang, tapi memang pada
faktanya dalam infotainment yg terjadi di industry pertelevisian di Negara kita
sangat rapuh. Ditambah lagi kerapuhan tersebut semakin menjadi dengan
diperparah oleh pelanggaran-pelanggaran terhadap kode etik jurnalistik.
Tapi tentunya kita juga harus melihat fakta yang terjadi
dimasyarakat kalau infotainment menjadi acara terhangat yang paling diminati
khalayak. Hal ini benar-benar menjadi dilematik, bila kita mengabaikan fakta
ini berarti sama saja kita mengabaikan fakta social. Kita tidak boleh gegabah
menilai dan menyebutkan bahwa kerja infotainment bisa disebut sebagai
jurnalistik atau bukan.
“Menata Profesionalisme Jurnalistik Infotainment”[3] bila
ternyata Infotainment merupakan Jurnalistik, tentunya memliki ranah kerja yang
memegang etos kerja dan profesionalisme. Ada beberapa pertanyaan mendasar untuk
membentuk profesionalisme jurnalistik infotainment.Pertanyaan pertama.
“Darimana mulai menata jurnalistik infotainment?”[4]
mudah saja jawabnya, tentu saja dimulai dari industry infotainment itu sendiri.
Sebagaimana kuat memegang etos kerja dalam ranah jurnalistik. Tepatnya dimulai
dari para pekerjanya sendiri sebagaimana jauh ia merasakan dan menyadari adanya
“perasaan tidak nyaman” berada di tengah-tengah komunitas jurnalistik. Sama
halnya dengan pekerjaan-pekerjaan lain, bekerja itu harus dengan hati dan
perasaan nyaman, karena kalau tidak begitu "tidak akan mengahsilkan etos
kerja yang baik. Di dalam ranah kerja jurnalis biasa terjadi dalam berbagai
formu diskusi tentang profesi jurnalis atau berbagai hal yang terkait
dengannya, atau pula perasaan ini dapat dirasakan ketika meliput, dengan
pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan kepada narasumber yang sebetulnya tidak
patut dipertanyaakan atau dengan bahasa lain tidak pas dan tidak begitu
penting.
Tidak hanya dalam ranah kerja jurnalis, untuk menjadi professional
itu memang tidak mudah dan membutuhkan ketekunan jatuh bangun dari kesalahan.
Namun dari hal tersebut perlu adanya kesadaran telah berbuat kesalahan sehingga
ada usaha untuk memperbaikinya. Dan ternyata hal inilah yang terjadi di tubuh
infotainment saat ini.
Apapun profesi yang kita jalani tentunya dalam bekerja dituntut
profesionalitasnya. Bila anda memilih menjadi seorang jurnalis tentunya anda
harus mau mengikuti tata dan norma yang berlaku dalam ranah kerja jurnalistik
dan ruang lingkupnya. Dan anda harus mulai dari diri sendiri untuk
mengikuti kaidah kerja dalam ruang lingkup jurnalistik. Berbedadengan menjadi
diri sendiri lebih bebas mengeluarkan kepribadiannya dalam bekerja “artinya
pekerja infotainment belum bisa menjadi jurnalis bila tidak melakukan perubahan
yang dimulai dari diri sendiri. Pekerja infotainment tidak dapat beralasan dan
berkata, “inilah jurnalistik infotainment!”[5]
bila ia masih menjadi diri sendiri.
Pertanyaan yang kedua “Prioritas apa saja yang akan ditata?” Prioritas
pertama yang perlu ditata adalah manajemen redaksional infotainment. Walau ini
memang terkesan utopis.[6]
Pasalnya apakah ada redaksi yang memiki standar kerja, dalam infotaimen saja
masih diragukan. Tapi hal ini tentusaja menjadi bagian yang penting guna
mempersiapakan diri infotainment masuk kedalam kancah jurnalistik yang
professional.
“Secara konsepsional,sudah waktunya infotainment memainkan peran
agenda setting media dan gate keeper.hal ini buka hanya untuk mendekatkan diri
pada public, tetapi sebagai wujud partisipasi sensitifas infotaiment terhadap
agenda public”[7]
[1] Iswandi Syahputra Jurnalistik ,Infotainment, (Yogyakarta:
Pilar Media, 2006), h. 68.
[2] Ibid., h. 105.
[3] Ibid., h. 109.
[4] Ibid., h. 109.
[5] Ibid., h. 112.
[6] Ibid., h. 113.
[7] Ibid., h. 114.
Post a Comment