Header Ads

Objek dan Hukum-hukum Sejarah Menurut Ibnu Khaldun

Objek dan Hukum-hukum Sejarah Menurut Ibnu Khaldun

ibnu khaldun


Berkaitan dengan objek sejarah, Ibnu Khaldun mengungkapkan bahwa “sejarah identik dengan peradaban dunia (‘umran al-‘alam). Ia mencakup seluruh aktivitas manusia pada suatu waktu dan pada suatu tempat tertentu. Aktivitas itu menurut Ibnu Khaldun meliputi peradaban manusia pada umumnya, peradaban menentukan tentang dinasti-dinasti kekhilafahan dan sehingga peradaban penduduk menetap, tentang pengertian dan cara-cara melangsungkan kehidupan serta tentang ilmu pengetahuan dan cara pencapaiannya. Jadi pada intinya, “tarikh mencakup segala perubahan yang terjadi dalam peradaban karena watak peradaban itu sendiri.

Melihat luasnya cakupan sejarah yang menjadi garapan Ibnu Khaldun, maka sejarah dalam pandangannya adalah berdimensi makro, yaitu lingkup historis yang luas cakupannya. Hal ini berakar pada pemikirannya yang menyatakan bahwa peradaban umat manusia dan masyarakat umat manusia, serta gejala-gejala dan kondisi-kondisi yang melekat pada hakekat peradaban merupakan fokus ajaran Ibnu Khaldun dalam studi sejarahnya. Ini berarti bahwa unit sejarah dalam pandangan Ibnu Khaldun adalah keseluruhan umat manusia (mankind as whole). Sejarah suatu bangsa atau negara diletakkan pada keseluruhan peristiwa dalam kerangka sejarah dunia (world history), yakni tempatnya dalam kenteks internasional. Oleh karena itu, sejarah dalam historiografi Ibnu Khaldun ditulis menurut perspektif yang universal atau universal history.

Dari pernyataan Ibnu Khaldun dapat dikatakan bahwa sejarah dalam gambaran Ibnu Khaldun itu merupakan suatu proses perubahan secara evolutif suatu dinasti dari peradaban mengembara (badawah) dan hidup dalam kekasaran menjadi peradaban menetap (hadharah) dan hidup dalam kemewahan. KemudianDari pernyataan Ibnu Khaldun dapat dikatakan bahwa sejarah dalam gambaran Ibnu Khaldun itu merupakan suatu proses perubahan secara evolutif suatu dinasti dari peradaban mengembara (badawah) dan hidup dalam kekasaran menjadi peradaban menetap (hadharah) dan hidup dalam kemewahan. Kemudian dinasti itu akan mengalami kehancuran yang mengimplikasikan munculnya dinasti baru. Dinasti baru ini bukanlah seratus persen baru, sebab ia mengambil bentuk sintesa dengan mempertahankan sebagian kebiasaan para pendahulunya. Satu hal yang membuat sebuah dinasti dapat mempertahankan kekuasaannya adalah kekuatan ‘alshabiyyah, yaitu suatu istilah yang digunakan Ibnu Khaldun untuk menerangkan hakekat dan watak masyarakat dalam

kebudayaan primitif. Dengan demikian sejarah itu mengambil bentuk spiral dengan coral dialektis. Ia akan mengalami suatu proses siklus menuju evolusi dan progress, sehingga membentuk spiral. Akan tetapi, oleh karena kehancuran sebuah dinasti berarti berdirinya dinasti baru, maka sejarah mengambil corak yang dialektis.

Dari ungkapan-ungkapan Ibnu Khaldun dapat dikatakan bahwa segala yang terjadi dalam panggung sejarah itu mengikuti hukum kausalitas (sebab-akibat). Hal ini menandakan bahwa Ibnu Khaldun menolak hukum aksiden dalam sejarah. Hukum aksiden menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa sejarah dianggap sebagai kenyataan yang terjadi secara kebetulan. Dalam pandangan Ibnu Khaldun, “tidak ada istilah kebetulan dalam peristiwa sejarah. Semuanya terjadi semata-mata karena adanya sebab dan akibat. Selain itu, satu hal yang pasti bagi hukum sejarah menurut Ibnu Khaldun adalah masalah perubahan (change).

Ia berkata:

“Dunia dan bangsa-bangsa dengan segala kebiasaan dan sistem kehidupannya tidaklah terus-menerus dalam satu keadaan dan cara yang konstan. Semuanya ditentukan oleh perbedaan-perbedaan menurut hari-hari dan periode-periode, serta oleh perpindahan dari satu keadaan kepada keadaan lainnya. Individu-individu, waktu-waktu dan kota-kota mengalami perubahan, maka demikian juga daerah-daerah iklim, distrik-distrik, periode-periode dan negara-negara mengalami perubahan, karena memang demikianlah hukum yang ditentukan Allah untuk Makhluk-Nya”.

Pernyatan Ibnu Khaldun tersebut mengandung arti bahwa perubahan bagi sejarah merupakan hukum yang dianggap sebagai suatu keharusan (necessity).


Baca Juga:  Aspek Ontologis Pemikiran Sejarah Kritis Ibnu Khaldun

No comments