Pudarnya Cinta Matahari Bagian 1 | Cerpen
Matahari
dan Bumi adalah sepasang
kekasih yang selalu bersama sepanjang hari, mereka saling mencintai. Bumi selalu mengelilingi
matahari, bagi Bumi
Matahari adalah dunianya, cahayanya, sumber kehidupannya.
Hingga suatu saat Bumi
mengeluh pada Matahari.
“cahayamu lambat
laun mulai terasa panas dan menyakitkan. Cinta ini melekat dan semakin aku
melekat padamu semakin aku merasakan sakit karena terbakar oleh sinarmu.”
“aku tidak
mengerti, apa maksudmu dengan cinta yang melekat ini dan rasa sakitmu?.” Semua kalimatmu bagaikan metafora yang sulit
kumengerti.
“cinta ini terkait
dalam ego dan nafsu, aku milikmu dan kau milikku, semakin melekat, aku semakin
takut kehilanganmu dan kamu semakin angkuh dengan ketergantunganku, aku tidak
memiliki duniaku sendiri karena dunia yang kulihat hanya dirimu.”
“Lalu
apa yang kau inginkan?”
“ijinkan aku pergi
seorang diri. Beri
aku duniaku sendiri, aku ingin kebebasan. Kau boleh cari penggantiku jika kau mau.”
“tapi aku
mencintaimu dan tidak ingin kehilanganmu! Bagaimana bisa aku hidup tanpa hadirmu?”
“tolonglah aku,
mengertilah perasaanku, aku tidak ingin cinta seperti ini. aku tidak ingin
dimiliki dan memiliki, aku mencintai kebebasanku sama seperti aku mencintai
kebebasanmu.”
“tidak aku tidak
akan melepaskanmu sampai kapanpun!”
“itulah yang kubenci darimu. Bahkan kau tak peduli dengan diriku. Kau bersikeras
memilikiku sekalipun itu menyakitkanku.”
Matahari belum juga bisa melepaskan
bumi, Matahari terus mengikat Bumi untuk selalu
didekatnya dan bersamanya. Bumi mulai tidak peduli dengan Matahari dan melayu,
terpenjara dalam cinta yang membelenggu, sesak, pengap, dan panas.
Melihat penderitaan Bumi, Matahari mulai tersadar
dan akhirnya dia
mengalah dan berkata pada Bumi.
“Baik kalau kamu ingin
kebebasan dalam duniamu sendiri, aku lepaskanmu, tapi aku akan tetap disini
bersama langit terang dan akan selalu menyinarimu. Mulai sekarang kita hidup
sendiri-sendiri, aku berdo’a semoga Tuhan
memberikan penggantiku
dan selalu menyertaimu dalam setiap langkahmu, dan kamu akan selalu menjadi
kenanganku dan satu-satunya dalam hidupku.” Lalu Matahari beranjak pergi dan Bumi pun tak bisa berkata walau sepatahpun. Keadaan ini sungguh
menyesakkannya.
Sejak saat itu Matahari dan Bumi berpisah, tidak
pernah saling bersuara dan berkata sedikit pun, namun pancaran sinar Matahari pada Bumi dari kejahuan adalah
bukti bahwa dia
masih mencintai dan menyayangi Bumi.
Dan kali ini cahaya matahari tidak lagi membakar Bumi, seperti yang Bumi pernah katakan padanya. Sinar lembutnya membelai Bumi. Pancaran ketenangan
yang selalu dihadirkannya setiap pagi adalah bukti cinta yang tak pernah mati.
Matahari kini hanya bersinar seorang
diri tanpa Bumi
disisinya.
Bahkan cahayanya tak seterang
biasanya. Sinarnya semakin pudar
disambut senja. Menenggelamkan diri dalam sesal atas egonya yang hampir
membunuh kecintaannya.
Dan
jika senja berlalu ia akan semakin tenggelam dan menghilang. Maka saat itulah
tempatnya mulai terganti Bulan. Meski ia tak seterang dirinya namun dia bahagia
melihat Bumi merasakan kedamaian dan kenyamanan saat ditemani Bulan. Dengan
begitu ia tenang meninggalkan Bumi dan menitipkan kekasihnya itu pada Bulan. Ia
berikan sedikit sinarnya pada Bulan agar Bumi tak berada dalam kegelapan
sepeninggal dirinya Cinta tulus dan tanpa pamrih ia tunjukan demi yang
dicintanya.
Sedangkan disisi lain Bumi masih mencintai Matahari tapi dengan cinta
yang berbeda. Bagaimana Bumi akan
menyampaikan cinta yang tak diketahui Matahari? Apakah cinta segitiga telah
terjadi diantara mereka?
CINTA MURNI TIDAK MELEKAT DAN TIDAK TERBELENGGU OLEH EGO DAN NAFSU, TETAPI CINTA LEBIH INDAH BILA SALING MEMILIKI DAN SALING MENBEBASKAN. KARENA CINTA ADALAH MILIK SEMESTA, CERMIN KEINDAHAN ILAHI YANG TAK TERBATAS DAN TAK BERSYARAT.
Bersambung..
Post a Comment