Berai | Cerpen
Tak ada yang baru dibawah matahari. Semua masih berjalan sebagaimana mestinya. Saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Seperti dalam teori kausalitas yang sering diperbincangkan para pakar filusuf hidup ini tidak serta merta berjalan begitu saja. namun adalah segala sesuatu yang kita alami merupakan akibat dari sebab yang terkadang terlambat kita pahami.
--------------------------------------------------------------
Pagi itu seperti biasa Dadu berangkat sekolah setelah subuh ia mengantar
emaknya pergi kepasar untuk keperluan warung kelontong peninggalan almarhum
bapaknya. Motor bebek hitam tahun 2000 yang menjadi sebab ibunya menjanda kini
menjadi tunggangannya kemanapun Dadu pergi. Meski motor itu yang mengantarkan
bapaknya pada maut tiga tahun silam Dadu tak ingin menjualnya. bagai dua mata
pisau baginya motor itu adalah kenangan pahit bapaknya sekaligus tumpuan hidup
keluarga mereka. Dengan motor bebek itu ia selalu menantang maut. ia ingin tahu
apa memang motor itu membawa sial atau memang sudah Takdir Tuhan yang tak bisa
dicegah siapapun yang membuat bapaknya pergi.
“berengsek, dasar motor tua sial!! Gak tau ape kalo gue udah telat.
Segala mogok lagi anjing.”
Tak henti-hentinya sepanjang
jalan Dadu memaki maki motor tua itu. hal ini sudah sering kali terjadi.
Pasalnya ya memang motor itu terlampau tua untuk ukuran zaman sekarang dengan
teknologi yang semakin canggih. Orang mulai beralih pada skutik yang Cuma
tinggal tarik gas sudah jalan. Tapi meski begitu ia enggan mengganti motor.
Padahal ibunya cukup mampu membelikan motor baru meski kredit sama Bang Zul
dealer kecil di dekat rumahnya.
“mampus gue bakalan kena setrap si Bonggol ini mah.”
Si Bonggol adalah sebutan bagi guru olah raganya yang merangkap sebagai
kesiswaan. Tentulah siswa-siswa yang bermasalah dan seringkali terlambat
sekolah akan berhadapan dengan tinjunya. Atau bahkan lebih kejam lagi harus
lari 7 kali kelilingin sekolah yang luasnya lima kali lapangan sepak bola.
Hampir semua guru yang sering berhadapan dengan siswa-siswa bermasalah
mendapati julukan. Entah siapa yang mulai, hal itu merupakan warisan dari para
senior.
Memasuki gerbang sekolah Dadu menghela nafas panjang setelah cukup jauh
ia mendorong motor tua kesanyangnnya itu. disana sudah berdiri si bonggol dan
beberapa siswa lain yang sama-sama kesiangan. Satpam tua yang biasa dipanggil
Babeh Naim hanya berdiri di sisi pintu gerbang. Jika saja tidak ada si Bonggol
Babeh Naim tak pernah permasalahkan keterlambatan. Dia sesantiasa membukakan
pintu gerbang meski jam sudah pukul 8 sekalipun. Pagi itu Dadu dan beberapa
siswa lainnya sukses mendapat sarapan sport dari guru galaknya itu.
Jam istirahat. Adalah waktu yang paling dinantikan semua orang di jagat
bumi ini. Mau siswa, mahasiswa, pekerja sekalipun pasti menantikan waktu ini.
Di sekolah Dadu ada tiga tempat yang sering dijadikan Base oleh siswa-siswa
untuk sekedar makan siang atau melepas lelah setelah melahap habis pelajaran
yang sebenarnya mereka tak pernah mengerti untuk apa itu semua.
Tempat yang pertama adalah Mesjid. Tentu bukan tempat yang cocok untuk
Dadu dan tiga rekannya yang akrab dipanggil Jarum dan Encon. Masjid jadi base
camp anak-anak alim dan anggota Rohis sekolah. Beberapa temannya Hilman,
Martin, Leo dan Odang adalah penghuni setia base yang satu ini. Mereka adalah
orang teralim dikelas Dadu.
Tempat yang kedua adalah Rental PS dibelakang sekolah. Para penghuni
base ini adalah penggila game. Yang mereka bicarakan hanya seputar game PS dan
game online. Jangan berharap bisa bergabung bersama mereka jika tidak ada minat
dengan game. Mereka seperti punya dunia sendiri dan sangat sulit untuk
berkomunikasi dengan yang bukan pemain.
Dan tempat yang ketiga adalah warteg sunda di depan gerbang samping
sekolah. Tempat inilah yang menjadi base Dadu, Jarum dan Encon. 3 siswa paling
begajulan dikelas mereka. Mereka lebih senang diwarteg itu daripada di kantin
sekolah sebab usai makan mereka bisa dengan puas mengisap gulungan tembakau.
Meski terkadang harus ngumpet-ngumpet kalau-kalau si Bonggol patrol.
“Rum, mane rokok lu bagi sebats.”
“eh bangke beli ngapa. Lu ngeledekin rokok gua mulu tapi lu isep juga.”
“kampret lu perhitungan amat. Kek baru kenal aje. Rokok lu aje con sini”
“tinggal sebats Du, nih.”
“ah elah..”
“Teh, filter sebatang dong.”
Warteg sunda itu dijaga oleh dua orang kakak beradik. Teh Lina biasa
mereka memanggilnya dan adiknya yang cukup cantic itu bernama Teh Ani. Sudah
umum, warteg biasa menjual rokok ketengan. Hanya untuk memuaskan pelanggannya
yang terbiasa merokok usai makan.
“Eh Con minta sms dong. Lu masih
pake paketan 200 sms kan”
“bebas Rum, bebas buat lu mah.”
“makanye beli anjeng. Minta mulu kerjaan lu.”
“lah lu juga minta rokok mulu tai.”
Diantara tiga sahabat itu hanya Encon yang beruntung dilahirkan sebagai
orang berada. Dia mendapat berbagai fasilitas dari orang tuanya. Motor bagus,
Hp keluaran terbaru yang kameranya 2 Mega Piksel super jernih.
“lu sms sape sih rum?”
“kemaren gue ketemu temen SMP gue si Sofi. Cakep banget anjir kalo udah
SMA.”
“Pepet laah sampe dapet. Tapi ngemodal juga lu jan ngabisin paketan si Encon
mulu bangke.”
“besok gue beli njeeng sepulu kalo perlu.”
“halah, so punya duit lu bahut.”
Sementara si Jarum asik smsan dengan gebetan barunya. Dadu dan Encon
merencanakan sesuatu. Sesuatu yang gila. Bahkan terlalu gila untuk anak
seumuran mereka.
“con, kemaren si Odang bilang. Dia digebukin terus dipalakin sama anak
Pelita njir.”
“serius lu Du?”
“Lu kagak liat pelipis si Odang ampe lebam gitu?”
“kagak merhatiin gue.”
“kita harus bales con. Kesian si Odang kan pendatang dimari. Dia mana
berani ngelawan.”
“Bangsat, kalo ketemu gue patahin kaki mereka.”
“ada apaan si?”
“udeh lu smsan sana gak usah dengerin pembicaraan orang dewasa.”
“ya udeh kapan kita serang nih?”
“atur aeh. Gue siap tempur Du. Udah lama gak nampolin bocah-bocah
songong.”
“eh udah mau masuk nih kelas Bu Hana.”
“yauds caw lah. Eh bucin ayo masuk. Paket sms gue jan diabisin nyet.”
“iye iye, atu lagi sms dah.”
Usai sekolah mereka bertiga mencegat segerombolan anak sekolah yang
tempo hari menghajar Odang. Mereka sukses membuat bonyok 7 anak itu.
----------------------------------------------
Sofi, adalah sosok malaikat bagi siapa saja yang memandangnya. Parasnya
cantik, tubuhnya tinggi proporsional. Wujud kesempurnaan wanita terpatri pada
sosoknya. Ibunya adalah seorang workaholic di sebuah perusahaan raksasa sebagai
seorang HRD GA. Sedang bapaknya adalah seorang Trainer SDM di perusahaan
manufactur besar di kota ini. Keduanya sangat sibuk bekerja. Kadang lembur.
Sofi sudah terbiasa dengan kehidupannya itu.
Jarum, sosok atletis jago berkelahi dengan tampang mirip Nicholas
Saputra tentu saja cocok bersanding dengan sofi. Yang sering kali Dadu
khawatirkan jika mereka berdua pacaran maka mereka bertiga tak akan bisa terus
bersama sepanjang hari seperti biasanya. Tapi ternyata, memang Sofi adalah
kesempuranaan wanita. Ia tak masalah jika harus jalan bersama. Kemanapun tiga
sahabat itu pergi, sofi selalu ikut. Sifatnya yang supel dan easy going mudah
membaur dengan mereka. Artinya bertambahlah satu personel yang akan menemani
cerita mereka bertiga.
Sofi dan Jarum tidak pernah berpacaran. Bagi mereka kebersamaan itu
lebih dari cukup. Tak butuh waktu lama akhirnya Sofi pun menjadi bagian dari
tiga sekawan itu. kini mereka berempat. Mengikat janji menjadi sahabat dalam
suka dan duka.
Setiap hari sepulang sekolah, bahkan lebih seringnya bolos dari sekolah
mereka bertiga akan mampir ke rumah sofi dan kumpul disana sampai emaknya Encon
menelpon menyuruhnya pulang. Karna memang Cuma rumah Sofi yang sepi sebab ibu
bapaknya biasa pulang paling cepat jam 8 malam. Kehadiran tiga sahabat barunya
itu setidaknya mampu mengusir kesepian sofi yang selalu sendiri dirumah besar
itu.
---------------------------------
Satu tahun sejak kehadiran sofi menggenapi persahabatan mereka. Sofi
sedikit banyak mampu memberi pengaruh baik bagi ketiganya.
“eh lu bertiga mau kek gini aja?”
“maksud lu ape Sof?”
“lu pada kagak mau apa berubah?”
Ketiga sahabat itu saling bertatap mendengar pertanyaan sahabat
perempuannya itu.
“masa depan lu pade njir. Mau pada jadi apa lu?”
Ketiganya terdiam.
“Gue palingan gantiin emak jaga warung. Lu rum? Lu Con?”
“gak tau njir. Gue gak pernah mikirin masa depan.”
“ya lu enak encon, emak lu kaya punya banyak kontrakan. Lu juga Du punya
warung. Lah gue?”
Mereka berempat terdiam sejenak. Tak pernah terpikirkan dalam benak
mereka untuk bermimpi tentang masa depan. Bagi mereka mimpi dan cita-cita hanya
diperuntukan bagi orang-orang pilihan Tuhan. Mereka hanya menjalani hari ini.
Esok entah apalagi masa bodo gimana esok. Tapi pertanyaan sahabat cantiknya itu
membuat mereka berfikir keras mengingat kembali cita-cita mereka jika ditanya
sewaktu kecil mau jadi apa. Ya, hanya saat kecil pertanyaan itu muncul. Tidak
pernah ada yang menanyakan lagi sejak mereka sudah mengerti betapa nikmatnya
secangkir kopi dan kepulan asap tembakau yang mereka hisap.
“dulu lagi kecil gue pernah bercita-cita pengen jadi tentara. Tapi
setelah tahu mesti pake uang gede. Gue ogah lah jadi tentara.”
Jarum memecah keheningan diantara mereka.
“nah kan, gue yakin lu semua pasti punya cita-cita.”
“nah lu sendiri sofa pengen jadi apa?”
“gue sih pengen jadi guru. Biar bisa ngedidik makhluk-makhluk bodoh kaya
kalian jadi orang hebat.”
“mulai sekaliih ibu guru kita ini.”
“gue serius daduuu…”
“eh buset, matanye biasa aja keles. Serem sof kalo lu melotot.”
“gue pengen jadi montir. Pengen punya bengkel modifikasi.”
Encon pun mulai angkat bicara setelah lama ia berfikir tentang masa
depannya.
“dulu, sebelum bapak meninggal gue pernah punya mimpi pengen jadi piliang
saham. Tapi pan harus sekolah tinggi yak. Kesian emak gue kalo harus banting
tulang biayain gue kuliah.”
“eh denger ya. Jangan pernah salahkan keadaan untuk menghentikan mimpi
lu pada.”
“tapi kan kita harus realistis sof?”
“lha iya, tapi kan bukan berarti kita lantas menyerah? Percaya deh,
selama kita punya tekad kuat. Kita bisa jadi apapun yang kita inginkan.
Seenggaknya berjuang aja dulu. Hasilnya mah urusan belakangan.”
“lu bener juga sof.”
“iya yaa, terus kita harus gimana sof?
“ya mulai berubah lah sampis! pake nanya lagi.”
“hahah kemplangin aja palanye sof, si encon emang goblok.”
“lu juga dadu.”
“iye, iye bu guru.”
Mereka bertiga sepakat untuk menjadikan sofi sebagai guru privat mereka.
Sofi memang salah satu bintang kelas di sekolahnya. Otaknya memang encer. Dia
juga sangat lihai mengajari ketiga sahabat nya itu. dinding rumahnya yang luas
itu sengaja dia dekor jadi deretan rumus matematika dan rumus fisika. Membuat
ketiga makhluk idiot menjadi mudah belajar.
Bagi sofi mengajar mereka bertiga adalah challenge baginya yang
bercita-cita jadi guru. Kesuksesan ketiga sahabatnya dalam pelajaran sekolah
adalah goals nya saat itu.
Hampir setiap hari mereka berkumpul dirumah sofi untuk mengulang
pelajaran di sekolah. dan membahas pelajaran-pelajaran yang mereka kurang
pahami.
Sampai akhirnya tiba Ujian Nasional menjadi penentu berhasil tidaknya
sofi menjadi guru privat mereka selama ini. Ketiganya lulus dengan hasil yang
memuaskan. Bahkan guru dan teman-teman sekelas mereka terheran-heran dengan
perubahan tiga begundal itu dari beberapa bulan kebelakang.
“Kita lulus nyeet….”
“gak sia sia perjuangan kita.”
“iye du. Kita harus berterimakasih sama sofi dan merayakannya.”
“atur aeh rum.”
Sudah menjadi hal yang umum kelulusan SMA diwarnai dengan iring-iringan
konvoi motor kejalanan. Dengan kemeja putih penuh coretan dan semprotan pilok.
“Du, lu bawa apa buat jaga-jaga?”
“CR con, ini di tas gue. Lu bawa apa?”
“Kopel Du.”
“Lu rum bawa apa?”
“apaan anjir gue kagak dikasih tau apa-apa.”
“totol, buat jaga-jaga kalo ada tawuran bego. Masa kudu dikasih tau
mulu.”
“bodo ah, gue tampolin aja kalo ada yang berani.”
“yaudah kita ke sekolah Sofi, jemput dia terus jalan ke danau.”
Motor-motor berhamburan dari sekolah meryakan kelulusan. Ketiga sahabat
itu tidak mengikuti iringan konvoi teman-temannya. Mereka berjalan berlawanan
arah untuk menjemput sofi.
Ditengah perjalanan. Tiba-tiba sebongkah batu melayang dan sukses
mendarat di kepala Encon. Sontak ia melepaskan genggaman stang motornya dan
terpelanting jatuh.
“woy, anjiing temen gua lu apain!!”
Jarum dan Dadu menghentikan motornya dan turun membantu Encon yang
terjatuh. Namun belum sampai segerombolan bocah SMA datang menyerang Encon dan
menghabisinya.
“mampus lu bangsat.”
Beberapa anak mengumpat sambil terus menendangi tubuh Encon yang
terkapar di aspal.
Sontak, dengan sejurus Dadu mengeluarkan clurit dari tas nya. Anak-anak
yang mengeroyok Encon menjauh. Menghindari sabetan membabi buta Dadu. Jarum segera
mengambil kopel dari tas Encon dan segera mengibas ngibaskannya membuat
anak-anak itu semakin menjauh.
Sedang Encon terkapar, lemah, dengan tubuh penuh darah. Kemeja putihnya
sudah tak berbentuk lagi. Compang camping. Wajahnya dipenuhi lebam biru,
benjolan dan darah. Melihat sahabatnya seperti itu keduanya mengamuk membabi
buta. Sedang Encon lepas dari penjagaan mereka. Dan, crooot, sebuah clurit
menancap dan merobek perut Encon.
“anjiing, temen gua…”
Dadu yang melihat kejadian itu lantas berlari mengejar seorang anak yang
membunuh Encon. Lalu menebaskan clurit ditangannya. Croot,, bak, buuk. Punggung
anak itu terkena sabetan lantas terjatuh. Lalu tanpa ampun Dadu terus menyabet
tubuh anak itu dengan clurit. Sampai wajah dan baju Dadu dipenuhi darah segar.
Teman dari anak-anak itu hendak membalas Dadu namun sirine polisi
membubarkan mereka berhamburan lari kesana kemari. Jarum yang berada cukup jauh
dari Encon dan Dadu pun tanpa piker panjang meraih motornya lalu menancap gas
menghindari polisi yang datang. Sedang dadu tetap mencabik-cabik tubuh anak itu
meski polisi sudah mengepungnya. Ia berhenti saat suara pistol meletus di
udara.
------------------------------------------------------------
Mendengar kabar anak sematawayangnya membunuh. Dan harus mempertanggung
jawabkan perbuatannya adalah petaka bagi Emaknya Dadu. Emak dadu terkena
serangan jantung sesaat setelah mendengar kabar buruk itu dan menghembuskan
nafas terakhirnya sehari setelah itu di Rumah Sakit.
Sungguh ini petaka, bagi mereka bertiga. Hari yang seharusnya mereka
rayakan atas keberhasilan mereka berubah dan mulai melihat jalan masa depan
menjadi petaka yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya.
Kemalangan yang menimpa mereka adalah akibat dari sebab perbuatan mereka
dimasa lalu. Rupanya anak-anak yang mengeroyok mereka menyimpan dendam atas
perbuatan Dadu, Encon dan Jarum dulu.
Dadu yang anak yatim kini harus menerima Ibunya pergi menyusul Bapaknya.
Dan satu sahabat terbaiknya pun pergi untuk selama lamanya. Sedang Jarum
menghilang begitu saja tanpa ada kabar. Kedua orang tuanya menyembunyikan Jarum
karena khawatir anaknya akan terbawa-bawa kasus pembunuhan itu.
Tinggalah Sofi yang berbaik hati menemani Dadu menjalani proses pengadilan
sampai hakim memutuskan hukuman 5 tahun penjara atas tindak pidana
menghilangkan nyawa seseorang.
Persahabatan yang telah mereka bangun sejak 3 tahun silam kini tak
berbekas. Encon yang tiada. Jarum yang menghilang dan Dadu yang mendekam di balik
jeruji besi untuk 5 tahun kedepan. Dan Sofi? Ah dia memang wanita sempurna.
Kejadian itu lantas tak membuatnya meninggalkan Dadu sahabatnya. Setiap bulan
Sofi datang menjenguk Dadu. Dan terus menyemangatinya supaya jangan menyerah
dengan keadaan. Hidup harus terus berjalan. Tidak lah semua yang terjadi adalah
sia-sia. Tuhan ingin kita belajar memaknai setiap hal yang terjadi. Bahwa
dibalik semua ini ada pelajaran mahal dan berharga yang harus kita temukan demi
hidup yang lebih baik.
Post a Comment